TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menengarai praktek mafia pajak masih berlangsung di lingkungan Pengadilan Pajak. "Kami coba teliti. Kalau menurut selayang pandang, kemungkinan terjadi mafia pajak ada di situ," ujar Nudirman Munir, anggota Komisi Hukum, saat inspeksi mendadak ke Gedung Pengadilan Pajak, Kamis, 15 Maret 2012.
Ia menilai independensi kelembagaan Pengadilan Pajak masih lemah terhadap Kementerian Keuangan. Hingga saat ini sebagian besar hakim yang diperbantukan merupakan bekas pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal pajak, sedangkan dari luarnya tidak ada. "Tempatnya saja di lingkungan Kementerian Keuangan," ujar politikus Partai Golkar ini.
Nudirman berharap adanya kunjungan ini bisa menjadi bahan yang akan dibawa dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Agung. "Kondisi seperti ini harus dihilangkan. Ini kan tetap ada perasaan korps," ujarnya.
Ketua Pengadilan Pajak Saroyo Atmosudarmo membantah tudingan itu. Menurutnya, lembaganya bersikap profesional dalam menjalankan semua tugas perundangan perpajakan. "Bahwa kemudian muncul kasus GT (Gayus Tambunan), saya kira di mana pun ada oknum," kata dia.
Saroyo berujar digulirkannya demokrasi telah menghadirkan keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pengadilan. Akibatnya, banyak kasus yang dulunya sulit terungkap kini muncul ke permukaan.
"Tuntutan supremasi hukum itu biasanya menimbulkan demam, tapi hal itu gejala alamiah dan kita cari solusinya," kata dia. Ia mengaku hingga kini jumlah hakim yang ditugaskan masih kurang dari jumlah ideal di angka 60 orang. Sulitnya mendapatkan hakim profesional yang senior menjadi alasannya. "Karena orang-orang itu mau menilai pekerjaan direktur jenderal, jadi diperlukan yang senior," kata dia.
Saat ini jumlah hakim yang dipekerjakan mencapai 46 orang. Mereka sebagian besar merupakan pensiunan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Pemerinciannya sekitar 37 orang berasal dari Ditjen Pajak, 1 orang dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, serta 8 dari pegawai Direktorat Jenderal Bea Cukai.
JAYADI SUPRIADIN