TEMPO.CO, Jakarta - Aktor film Rano Karno berlinang air mata. Kesedihan mendalam menderanya. Wakil Gubernur Banten ini tidak menyangka Raka Widyarma, 20 tahun, terjebak dalam penggunaan narkoba. Meski anak angkat, Raka adalah harapan Rano karena hingga kini pemeran Si Doel dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan itu tidak punya anak kandung. Pada 6 Maret lalu, Raka ditangkap petugas Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta terkait kepemilikan lima butir ekstasi.
Beberapa saat setelah Raka ditangkap, Rano menggelar konferensi pers. Dia menjelaskan bahwa Raka memiliki gangguan bipolar. Sejak SMP, Raka telah mengalami depresi. Ini lantaran dia sering diejek teman-temannya yang mengatakan dia bukan anak kandung Rano Karno.
Sejak mengidap gangguan bipolar, Raka harus minum obat dari dokter hingga kini. “Tapi, saya tidak tahu kalau Raka mengganti obat depresi tersebut dengan obat-obatan yang lain. Jujur saya tidak mengetahuinya," kata Rano di kediamannya di Kompleks Bumi Karang Tengah Indah, Jakarta Selatan, Sabtu, 10 Maret 2012.
Ihwal gangguan bipolar yang diidap Raka, psikiater dr. Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ menjelaskan gangguan ini termasuk gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, maupun campuran. “Biasanya kambuhan dan berlangsung seumur hidup. Episodenya bergantian antara manik atau hipomanik dengan depresi, meskipun tidak selalu teratur setelah depresi akan terjadi manik,” kata dokter Tun yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada Tempo, Kamis, 15 Maret 2012.
Bipolar, kata Tun, maksudnya adalah dua kutub: kutub depresi dan kutub manik atau hipomanik. Gejala utama gangguan bipolar terjadi pada perubahan perasaan. Pada depresi terjadi rasa sedih yang sangat dalam, sedangkan pada episode manik terjadi kegembiraan yang luar biasa. “Karena itu gangguan bipolar digolongkan pada gangguan mood,” ujar Tun.
Baca Juga:
Gangguan bipolar berbeda dengan skizofrenia di mana skizofrenia gejalanya berpusat pada pikiran (bukan perasaan). Pada skizofrenia arus pikir menjadi kacau disertai isi pikir yang tidak masuk akal dan tak sesuai dengan kenyataan.
Ketika seorang pasien bipolar sedang berada pada mood depresi, sejumlah gejala yang biasanya terjadi adalah hilang minat atau rasa senang, sulit tidur atau tidur berlebihan, berat badan turun, gelisah atau menjadi lamban atau malas, rasa diri tak berharga, rasa bersalah, sulit berkonsentrasi, bahkan hingga muncul ide bunuh diri.
Sebaliknya, ketika berada pada mood manik, yang terjadi adalah peningkatan mood, meliputi gembira berlebihan atau mudah marah-marah, merasa diri hebat, kepercayaan diri meningkat, kebutuhan tidur berkurang, aktivitas meningkat (baik sosial, pekerjaan, sekolah, seksual), bicara banyak, gagasan meloncat-loncat, pikiran cepat seperti berlomba-lomba, mudah teralih perhatian, berkativitas yang menyenangkan yang berpotensi merugikan seperti berjudi, mengebut, investasi tak rasional, serta boros.
Penyebab gangguan bipolar belum diketahui dengan pasti. Tapi gangguan bipolar bisa merupakan gabungan antara faktor-faktor genetik, faktor biologik, faktor psikososial, dan lingkungan. Terkait penyalahgunaan zat narkotik, seperti dalam kasus Raka, Tun mengatakan hal itu sering terjadi. “Bisa sebagai upaya mengatasi penderitaan saat ketika depresi atau karena kurang pertimbangan tentang risiko ketika manik,” ujarnya.
Psikiater dr. Irmansyah SpKJ (K) mengatakan meski pengidap gangguan bipolar terjadi seumur hidup, gejala-gejala yang ditimbulkannya bisa diatasi dengan obat-obatan yang diberikan psikiater. “Obat-obat tersebut berperan sebagai mood stabilizer,” kata Irmansyah yang berpraktek di RS Dharma Graha, BSD.
Dokter Tun mengatakan pengobatan gangguan bipolar merupakan satu paket, yaitu pemberian obat-obatan serta pemberian psiko-edukasi terhadap pasien dan keluarga.
Psiko-edukasi antara lain informasi tentang obat-obat, tentang gejala penyakit dan penyebabnya, tentang faktor-faktor yang dapat memicu kekambuhan, tanda-tanda kambuh, dan pola-pola kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. “Perlu kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokter,” ujar dokter Tun.
Yang jelas, gangguan bipolar dapat diatasi dengan baik, pasien dapat berfungsi kembali dengan paket pengobatan yang tepat. “Harus tetap diingat bahwa ada kambuhan. Dengan kata lain perlu konsultasi jangka panjang,” kata Tun.
Prevalensi gangguan bipolar di luar negeri diperkirakan berkisar antara tiga sampai tujuh persen dari populasi. Meski di Indonesia belum ada data yang pasti, dokter Irmansyah memperkirakan gangguan bipolar juga banyak diidap masyarakat Indonesia. “Kira-kira ada satu persen dari populasi,” kata Irmansyah.
AMIRULLAH