TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan penembakan lima orang tersangka tindak pidana terorisme oleh Detasemen Khusus 88 di Bali Ahad lalu berpotensi melanggar HAM. “Pada prinsipnya, tidak diperbolehkan ada pengambilan nyawa oleh aparat, kecuali telah ada putusan akhir dan telah diberikan kewenangan eksekusi,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh, Selasa, 20 Maret 2012.
Menurut Ridha, kelima orang yang ditembak Densus 88 tersebut baru menyandang status sebagai tersangka, belum disidangkan, bahkan masih jauh mendapatkan putusan akhir. Artinya, kata dia, tidak bisa dieksekusi. Singkatnya, ujar Ridha, penembakan oleh Densus 88 dapat dikatakan sebagai pembunuhan di luar kewenangan hukum.
“Saat ini kami terus melakukan monitoring pada kasus ini,” ucapnya. Komnas HAM tengah melakukan kajian apa yang sesungguhnya terjadi saat penggerebekan tersebut dilakukan. Termasuk alasan politis sebenarnya sehingga Densus 88 melakukan penembakan.
Ahad lalu, kepolisian melalui Densus 88 melakukan tembakan atas kelompok teroris di dua lokasi di Denpasar. Baku tembak tembak tersebut mengakibatkan lima orang tewas di tempat. Lima orang ini diduga akan melakukan aksi teror dan perampokan di sejumlah money changer dan toko emas di Bali. Lima orang teroris ini adalah Hn, Ag, UH alias Kapten, Dd, dan M alias Abu Hanif.
Menurut Ridha, seharusnya aksi tembak-menembak tersebut dapat dihindari oleh kepolisian. “Mereka kan berpengalaman dalam hal ini,” ucap dia. Sehingga sudah sewajarnya Densus 88 dapat menghindari terjadinya baku tembak dan kematian para tersangka.
Hal tersebut disayangkan oleh Ridha. Karena, kata dia, jika kepolisian mampu menangkap mereka hidup-hidup, maka akan banyak informasi yang dapat digali dari kelima tersangka tersebut.
RAFIKA AULIA