TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Agus Martowardoyo kukuh meminta Badan Anggaran DPR mencabut pasal 7 Ayat 6 Undang-Undang 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. "Kami meminta agar pasal tersebut dicabut," ujarnya dalam rapat kerja membahas subsidi energi, Ahad malam, 25 Maret 2012.
Pasal tersebut menyebut harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Sementara pemerintah menegaskan harga harus naik. "Jika tidak akan terjadi defisit di atas 3 persen," ujarnya. Jika defisit berada di atas 3 persen, kata Agus, pemerintah akan melanggar Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
Dengan menaikkan harga BBM sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter, pemerintah bisa menekan persentase defisit terhadap produk domestik bruto menjadi 2,23 persen. Anggaran subsidi BBM pun bisa diturunkan menjadi hanya Rp 137 triliun.
Rapat kerja Banggar dan Pemerintah kembali digelar pukul 20.30 WIB, setelah sebelumnya diskors selama hampir tiga jam. Banggar memutuskan dua opsi yang akan dibawa ke paripurna untuk divoting.
Opsi pertama, subsidi energi dianggarkan sebesar Rp 225 triliun dengan catatan pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 dicabut. Artinya pemerintah bisa menyesuaikan harga BBM dengan harga minyak dunia.
Opsi kedua ditawarkan dengan lebih rinci. Total subsidi adalah Rp 266 triliun, dengan detil subsidi BBM Rp 176 triliun, subsidi listrik 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal Rp 23 triliun. Namun, pada opsi yang diusung tiga partai ini, yakni PDI-P, Gerindra, dan Hanura, pasal 7 ayat 6 UU APBN tidak dicabut. Sehingga pemerintah tak bisa naikkan harga BBM.
"Kami minta agar pasal di opsi kedua juga dicabut," ujarnya menegaskan. Rapat masih berlangsung dan terjadi debat alot antara pemerintah dan sejumlah anggota dewan.
M. ANDI PERDANA