TEMPO Interaktif, Yogakarta - Fraksi Demokrat di DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta menilai dukungan kerabat Keraton Yogyakarta memisahkan diri dari Indonesia dinilai emosional. Sebab struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja DIY masih tergantung pada pemerintah pusat. “Itu namanya tidak masuk akal,” kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD DIY, Putut Wiryawan, Senin 26 Maret 2012.
Dalam acara Apel Siaga Rakyat Yogyakarta Pro-Penetapan di depan Puro Pakualaman, Ahad 25 Maret 2012, muncul spanduk bertulisan “Kami Siap Berpisah”. Tulisan itu menimbulkan berbagai tanggapan baik dari dalam keraton maupun masyarakat umum.
Baca Juga:
“Kalau memang rakyat Yogya maunya begitu (berpisah dari NKRI), mau tidak mau kami harus konsekuen (mendukung). Toh, kami juga mampu,” kata adik kandung Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, GBPH Joyokusumo.
Seumpama pisah, menurut Joyokusumo, Yogyakarta bisa hidup dari sektor wisata, pendidikan, potensi tambang pasir besi di Kulonprogo dan aset tanah. Sumber pendapatan ini diragukan sanggup menutup biaya pengelolaan pemerintahan.
Putut mengatakan pendapatan asli daerah selama ini tak beranjak dari Rp 1 triliun. Sumbernya sangat kecil, yaitu retribusi. “Mau mensejahterakan rakyat pakai apa. Ada puluhan ribu pegawai negeri,” kata dia.
Menurut guru besar politik Universitas Gadjah Mada Profesor Dr. Ichlasul Amal, ketergantungan Yogyakarta terhadap subsidi pemerintah pusat paling besar dibanding daerah lain. Angka subsidinya mencapai Rp 6,7 triliun, sehingga ide pemisahan itu sangat mustahil. "Itu nanti apa malah tidak jadi bahan tertawaan?”
Menurut Ichlasul, dari segi strategi politik gagasan pemisahan sangat naif. “Saya kira Sultan juga tidak setuju dengan pemisahan itu. Bukan itu maksudnya penetapan," kata dia.
Adapun politikus PDI Perjuangan pendukung penetapan Youke Agung Indra Laksana menilai dukungan Keraton untuk memisahkan diri dari Indonesia saat ini momentumnya tepat. Tapi, dia mengingatkan, prinsip NKRI adalah prinsip utama yang dijaga PDI Perjuangan. “Niat memisahkan diri itu sebagai bentuk politik keraton menekan pusat,” ujar Ketua DPRD DIY ini.
Youke mengaku tak tahu apakah Yogyakarta mampu berdiri sendiri karena 40 persen APBD DIY berasal dari subsidi pemerintah pusat. Pada 2012 pemerintah pusat menggelontorkan dana untuk APBD DIY sebesar Rp 4,65 triliun.
Politikus Golkar yang propenetapan, Ahmad Subangi, mengatakan dukungan kerabat Keraton terhadap aspirasi memisahkan diri dari Indonesia merupakan pernyataan emosional. “Karena selama ini aspirasi itu ternyata masih tak didengar dan diselesaikan,” kata Subangi yang juga Ketua Komisi A DPRD DIY.
Sementara kerabat keraton Yogyakarta GBPH Prabukusumo mengatakan jika pembahasan RUUK tak kunjung selesai, pihaknya tak lantas akan menempuh jalan pemisahan diri. “Jangka panjang kami siapkan dengan mengangkat persoalan ini ke Mahkamah Internasional,” kata adik tiri Sultan ini.
PRIBADI WICAKSONO