TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membantah adanya anggaran ganda dalam pembelian enam unit pesawat tempur Sukhoi jenis 30-MK2 dari Rusia. "Enggak ada double anggaran," kata dia di kantor Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, 29 Maret 2012. "Yang mengkaitkan ada double anggaran, mbok ya dicek dulu anggaran yang mana."
Menurut Purnomo, anggaran untuk pembelian enam unit Sukhoi dilakukan secara bertahap. "Jadi, yang menuduh itu mestinya melihat dulu lah sistem yang kami bangun," ujarnya.
Dia mengatakan sistem yang dibangun pihaknya dimulai dari kementerian teknis, kemudian menuju Kementerian Keuangan. Sebelumnya, sistem itu harus melalui Kementerian Bappenas. Setelah semua dilewati, pembelian Sukhoi itu dibahas di Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. "Jadi, bagaimana bisa dibuat ada double anggaran," ucap dia.
Purnomo menyatakan anggaran pembelian Sukhoi tidak hanya menyangkut satu kementerian, tetapi melibatkan institusi yang besar untuk proses anggaran pendapatan dan belanja negara. "Jadi mbok dicek dulu, anggaran itu untuk apa," katanya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch menduga terjadi anggaran ganda dalam pengadaan enam Sukhoi buatan Rusia tersebut. “Diduga ada double anggaran,” kata Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Selasa, 27 Maret 2012.
Pemerintah, menurut ICW, telah menganggarkan simulator Sukhoi pada sumber anggaran yang berbeda serta harga yang berbeda. Untuk sumber dari APBN-P, pemerintah menganggarkan Rp 376.270.050.000, sedangkan untuk sumber dari alokasi state credit Rusia berjumlah US$ 45 ribu. “Kok, jumlahnya beda,” katanya.
Selain itu, kejanggalan lainnya adalah pada sumber APBN-P disebutkan anggaran total sebesar Rp 237,5 miliar untuk lima mesin Sukhoi SU 27/37 (US$ 5 juta per satuan). “Padahal, Menhan bilang US$ 470 juta sudah termasuk pembelian Sukhoi dan 12 unit engine Sukhoi (sekitar US$ 6,48 juta per satuan engine),” ujarnya.
“Di APBNP harganya US$ 5 juta, di sumber lainnya US$ 6,48 juta. Padahal setahu kami dari informasi media-media luar paling mahal harganya US$ 3,5 juta."
PRIHANDOKO