TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Toni Prasetiantono mengatakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seharusnya naik jika harga minyak dunia tak turun ke bawah US$ 120 per barrel. Tetapi kenaikan harga tak akan terjadi jika Amerika Serikat melunak dan Irak tak lagi panas.
"Kalau Amerika Serikat melepas sebagian cadangan minyaknya yang berjumlah 700 juta barrel dan tensi geopolitik Iran bisa diredam, harga minyak dunia akan kembali "jinak" dan kita tidak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi," kata Toni ketika dihubungi melalui layanan pesan singkat, Senin, 2 April 2012.
Jika harga minyak dunia terus bergerak naik, Toni mengatakan harga BBM bersubsidi sebaiknya dinaikkan setelah Lebaran atau sekitar September hingga Oktober 2012. Soalnya, pada masa itu konsumsi masyarakat sudah mulai turun setelah hari raya dan akan ada panen ke-2 sehingga harga bahan makanan turun.
"Jika ini dilakukan, inflasi akhir 2012 akan berada di kisaran 6 persen sampai 7 persen," kata Toni.
Kemarin, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengumumkan inflasi bulanan Maret 2012 sebesar 0,07 persen. Suryamin mengatakan dalam dua tahun ke belakang, Indonesia mengalami deflasi pada Maret, namun tahun ini terjadi inflasi sebagai dampak psikologis rencana kenaikan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012, meskipun kenaikan harga diurungkan.
BERNADETTE CHRISTINA