TEMPO.CO, Madiun - Kejaksaan Negeri Madiun terus menyelidiki dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Besar Madiun. Selama 2010-2011, Pemerintah Kota Madiun melalui pihak ketiga membangun pasar tersebut pasca terbakar tahun 2008 lalu.
Selain memintai keterangan saksi dari Panitia Lelang dan kontraktor serta konsultan perencanaan, kejaksaan juga menunjuk tim ahli konstruksi untuk melihat konstruksi bangunan yang diduga tidak sesuai spesifikasi.
Sebanyak tiga orang ahli konstruksi dan bangunan dari Universitas Brawijaya didatangkan dan melakukan penelitian bersama petugas Kejaksaan Negeri Madiun, Selasa, 3 April 2012. Mereka melihat seluruh bagian bangunan yang berada di Jalan Jendral Sudirman, Kota Madiun, yang menghabiskan biaya Rp 76,5 miliar.
Dana dari APBD 2010 dan 2011 digunakan untuk membangun pondasi dan struktur bangunan termasuk kios dan toko. Untuk tahun 2012 ini, Pemerintah Kota Madiun juga menganggarkan dana dari APBD Rp 32 miliar untuk kelengkapan fasilitas pendukung pasar, seperti instalasi air, listrik, parkir, kolam renang.
“Kami membandingkan gambar konstruksi bangunan dan kenyataan bangunan yang ada,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Madiun Sudarsana. Selain melihat konstruksi yang sudah dibangun, tim juga akan melihat beberapa hal yang diduga tidak sesuai perencanaan. “Kami belum menerima tes uji betonnya. Tiang pancang juga tidak sesuai dengan gambar (perencanaan),” ujarnya.
Hingga kini sedikitnya sudah 10 orang saksi yang dimintai keterangan, terutama dari Panitia Lelang Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun. Kontraktor pelaksana bangunan, manajemen konstruksi, dan konsultan perencanaan juga akan dimintai keterangan. Penyelidikan dugaan korupsi pembangunan pasar tersebut telah dilakukan sejak Januari 2012.
Tim ahli dari Universitas Brawijaya menemukan adanya ketidaksesuaian antara grafis gambar dengan konstruksi yang dibangun. “Di gambar ada selimut beton, tapi kenyataannya mana?,” kata salah seorang ahli saat bertanya pada salah satu petugas pelaksana proyek.
Pelaksana pembuat bangunan pasar adalah PT Lince Romauli Raya (PT LRR), Jakarta. Sejak 2010 hingga 2011, PT LRR mengerjakan sekitar 80 persen konstruksi bangunan. Lalu dilakukan sub kontrak PT Tata Bumi Raya (TBR), Surabaya, yang mengerjakan sekitar 20 persen. Manajemen Konstruksi proyek adalah PT Pandu Persada, Bandung. Sedangkan konsultan perencananya adalah Profil Emas Konsultan, Surabaya.
Pembangunan pasar sempat terbengkalai diduga akibat tidak profesionalnya PT LRR dalam membayar pesanan bahan bangunan ke sejumlah suplair. Akibatnya pasokan bahan bangunan terhenti. Selama Januari hingga Juli 2011 sama sekali tidak ada pengerjaan. Lalu Pemkot Madiun melalui Dinas Pekerjaan Umum menunjuk pengusaha lokal, M Ali Fauzi, sebagai manajer proyek. “Sesuai kontrak, per 31 Desember 2011, bangunan sudah diserahkan ke Pemkot,” ujar Ali.
Ali mengaku tidak tahu persis sejak awal pembangunan pasar tersebut. Ali juga mengaku mendapat kuasa dari Direktur PT LRR untuk menyerahkan bangunan ke Pemkot Madiun. Sesuai jadwal, masa pengerjaan bangunan adalah 720 hari sejak awal 2010 dan berakhir pada 31 Desember 2011.
ISHOMUDDIN