TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan mengidentifikasi adanya kekurangan pembayaran pajak dari ribuan perusahaan batubara. Nilai pajak yang seharusnya dibayar mencapai puluhan triliun rupiah. “Perusahaan batubara itu sungguh tidak transparan,” kata Anggota BPK, Ali Masykur Musa, di kantornya, Rabu 4 April 2012.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, kekurangan bayar dari 60 perusahaan daerah dan 5 perusahaan besar mencapai Rp 428 miliar pada 2011. Tapi tagihan tersebut sudah dilunasi.
Perusahaan kecil yang dimaksud yakni pemilik izin usaha pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Sedangkan perusahaan besar ialah operator batubara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Menurut Ali setiap tahun ditemukan kasus kurang bayar pajak dari perusahaan batubara. Salah satu penyebabnya yakni tak akuratnya pengumpulan data produksi dan penjualan batubara oleh pemerintah pusat maupun daerah.
BPK juga menggelar audit dengan tujuan tertentu pada perusaahan tambang selama 53 hari sejak September hingga Oktober 2011. Hasilnya 319 perusahaan daerah dan 10 perusahaan besar membukukan angka kurang bayar pajak sebesar Rp 94,468 miliar dan US$ 43,332 juta.
Kurang bayar yang dimaksud bisa berupa kurang bayar iuran tetap, royalti, dan dana hasil produksi batubara (DHPB). Iuran tetap dihitung berdasarkan luas wilayah pertambangan, royalti berdasarkan nilai penjualan serta DHPB sebesar 13,5 persen dari hasil produksi batubara yang dikurangi biaya penjualan yang telah disepakati dalam kontrak penjualan.
AKBAR TRI KURNIAWAN