TEMPO.CO, Bandung - Guru Besar Matematika dari ITB, Iwan Pranoto, menilai Ujian Nasional sudah ketinggalan zaman. Ujian itu seharusnya dihapus karena hasilnya tak sesuai dengan kondisi pendidikan selama sembilan tahun terakhir. “Maaf ya, Ujian Nasional itu seperti masturbasi saja,” ujarnya di Bandung, Kamis, 5 April 2012.
Menurut dia, klaim pemerintah bahwa nilai Ujian Nasional terus naik setiap tahun bertolak belakang dengan dua hasil riset internasional tentang pendidikan. Pada pelajaran Matematika, misalnya, nilai rata-rata siswa kelas 8 atau II SMP di Indonesia berangka 403 pada 2009, naik sedikit menjadi 411 pada 2003, lalu melorot jadi 397 di tahun 2007. “Artinya, pendidikan di Indonesia selama ini itu stagnan, tidak ada kemajuan,” katanya.
Nilai rata-rata siswa Indonesia itu jauh dibanding nilai rata-rata pelajar Taiwan sebesar 598 yang berada di posisi teratas, kemudian Korea (597), Singapura (594), atau Malaysia (474), dan Thailand (441), pada 2007. Survei Trends in International Mathematics and Science Study itu dilakukan empat tahun sekali.
Penelitian itu, kata Iwan, juga memunculkan fakta yang menarik. Pada pelajaran Matematika, contohnya, nilai rata-rata hasil soal hafalan siswa, 397, lebih rendah dibanding kemampuan nalarnya. Nilai rata-rata logika siswa sebesar 405. “Siswa Indonesia itu ternyata lebih pintar berpikir dengan logika daripada harus menghafal. Arti lainnya, semakin diajar, (nilai) siswa makin enggak karuan,” katanya.
Dari hasil survei lain pada Programme for International Student Assessment bidang Matematika, rata-rata nilai pelajar Indonesia kurang dari level 2, tingkat minimum untuk menentukan anak-anak dari negara mana saja yang berhasil hidup di abad ke-21. “Hampir 80 persen orang Indonesia sulit berdasarkan tes matematikanya,” ujar Iwan.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk membuat cetak biru pendidikan yang baru, di antaranya berdasarkan hasil pemetaan Ujian Nasional selama ini yang tak pernah diungkap pemerintah, meningkatkan kualitas mengajar seluruh guru, dan penyediaan sumber belajar yang bermutu. Adapun Ujian Nasional sudah saatnya dihapus. “Ujian kelulusan tetap perlu ada, tapi tidak adil kalau seragam seperti Ujian Nasional untuk anak kota dan anak di pedalaman Papua,” ujarnya.
ANWAR SISWADI