TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menyesalkan keputusan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menghentikan kesepakatan bersama Badan Narkotika Nasional untuk memberantas narkoba di lembaga pemasyarakatan. Penghentian itu dinilai memberi kesempatan bandar narkoba di lembaga pemasyarakatan untuk melanjutkan operasi atau menghilangkan barang bukti.
"Padahal MoU itu sangat penting. Sebab sudah sering ditemukan fakta tertangkapnya bandar narkoba di lapas dan rutan," ujar anggota Komisi Hukum dari Gerindra, Martin Hutabarat, saat dihubungi, Jumat, 6 April 2012.
Menurut Martin, selama ini, sudah jadi rahasia umum bahwa peredaran narkoba meluas di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Karena itu, Komisi Hukum sebelumnya sangat mendukung Menteri Hukum dan HAM membuat MoU dengan BNN memberantas peredaran narkoba di rutan dan lapas.
Kesepahaman itu, kata Martin, seharusnya tidak boleh dihentikan hanya karena tindakan yang tidak ada hubungannya dengan substansi MoU, seperti penamparan yang dilakukan oleh tim sidak kepada sipir Lapas Pekanbaru, Riau, Senin, 2 April 2012 lalu. "Menkumham harus bisa membedakan antara kasus penamparan dengan pembekuan MoU."
Senada dengan Martin, anggota Komisi Hukum dari Partai Hanura, Syarifuddin Sudding, menilai pemberhentian MoU hanya karena kasus tampar sipir tidak ada korelasinya. Justru, katanya, seharusnya Amir diminta lebih meningkatkan perhatian untuk membenahi lapas dan rutan yang masih menyisakan banyak masalah. Selain meningkatkan frekuensi sidak untuk memberi efek jera pengedar dan sipir yang terlibat peredaran narkoba, Amir juga diminta fokus memperbaiki kualitas lapas dan rutan.
Menurut Sudding, seandainya Denny dinilai tidak tepat dalam melaksanakan sidak, bisa saja MoU tetap dilakukan dengan mengalihkan kepada pejabat lain, misalnya dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan atau institusi lain di bawah Menkumham. "Bukankah MoU itu bukan antara Denny dan BNN, tetapi antara Kemenkumham dan BNN," ujar Sudding.
Selain mengkritisi penghentian MoU, Sudding juga mengkritisi pembentukan Tim Pencari Fakta Tampar Sipir yang dibentuk Amir. Tim untuk mencari kebenaran aksi penamparan oleh Wamen Denny Indrayana saat sidak bersama BNN di Lapas Pekanbaru itu dinilai tidak efektif dan berlebihan.
Dia menilai seharusnya aksi penamparan itu bisa diselesaikan secara elegan dan arif oleh Amir. Karena masih dalam satu instansi, kasus itu bisa saja diselesaikan dengan kekeluargaan. Kalau kedua pihak sudah saling memaafkan, maka kasus bisa saja dianggap selesai dan menjadi pelajaran untuk selanjutnya. "Atau serahkan saja melalui proses hukum dan tidak perlu melalui TPF."
IRA GUSLINA SUFA