TEMPO.CO:- Larantuka, sejak Kamis 5 April 2012, mulai dipadati para peziarah Katolik dari berbagai pelosok Nusa Tenggara Timur untuk mengikuti prosesi Jumat Agung di ibu kota Kabupaten Flores Timur itu.
Duta Besar Portugal untuk Indonesia, Manuel Carlos Leitao Frota, bersama istrinya, Arlinda Chanves Frota, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu bersama rombongan sudah tiba di Larantuka untuk mengikuti tradisi keagamaan peninggalan bangsa Portugis itu pada hari ini, Jumat 6 April 2012.
Baca Juga:
Umat Katolik setempat sedang melakukan kegiatan "tikan turo" atau menanam tiang-tiang lilin sepanjang jalan raya yang menjadi rute Prosesi Jumat Agung di kota tua Larantuka yang terletak di bawah kaki Gunung (Ile) Mandiri itu.
Sementara para peziarah Katolik lainnya pada Kamis pagi sudah menyeberang ke Pulau Adonara yang terletak di bibir pantai Larantuka dengan menggunakan perahu dan kapal motor untuk melakukan ziarah di Kapel Wure.
Di Kapel Wure itu berdiri tegak sebuah arca Yesus--orang Larantuka menyebutnya Tuan Bediri--sambil memegang seekor ayam jantan dalam bentuk arca pula.
Berdasarkan penuturan sejarah, arca tersebut mulanya adalah sosok seorang pemuda yang membeli seekor ayam jantan dari seorang nenek di pasar.
Pemuda itu tidak mempunyai uang saat membeli ayam tersebut di pasar, tapi mengajak si nenek itu pergi ke sebuah tempat untuk mengambil uang tersebut.
Ketika si nenek tiba di tempat itu, sang pemuda tadi berubah wujud menjadi patung (arca) sambil memegang ayam tersebut di tangan kanannya. Masyarakat setempat meyakininya sebagai arca Yesus yang kemudian menyebutnya dalam bahasa setempat "Tuan Bediri".
Menjelang Kamis siang, Larantuka yang populer dengan sebutan Kota Reinha Rosari itu hening mencekam karena sedang dilakukan kegiatan "tikan turo" oleh para mardomu (semacam panitia kecil yang telah melamar jauh sebelumnya menjadi pelayan pada Jumat Agung sesuai dengan promesanya (nasar).
Ketika itu juga aktivitas di Kapel Tuan Ma (Bunda Maria) dimulai dengan upacara "Muda Tuan"--pembukaan peti yang selama setahun ditutup--oleh petugas conferia, sebuah badan organisasi dalam gereja, yang telah diangkat melalui sumpah.
Arca Tuan Ma kemudian dibersihkan dan dimandikan lalu dilengkapi dengan busana perkabungan berupa sehelai mantel warna hitam, ungu, atau beludru biru.
Para peziarah Katolik yang hadir pada saat itu diberi kesempatan untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonan itu dapat dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).
Setelah pintu kapela dibuka, umat setempat serta para peziarah Katolik dari berbagai penjuru mulai melakukan kegiatan "cium kaki Tuan Ma dan Tuan Ana" dalam suasana hening dan sakral.
WDA | ANT