TEMPO.CO, Kairo - Bekas kepala intelijen pemerintahan Husni Mubarak mengaku pencalonan dirinya sebagai Presiden Mesir tidak mendapatkan dukungan militer. Dia juga menuduh kelompok Islam mengirimkan ancaman. Demikian kabar dari koran-koran Mesir, Senin, 9 April 2012.
Omar Suleiman, Jumat, 6 April 2012, mengumumkan dirinya sebagai calon Presiden Mesir pada pemilu mendatang. Dalam pencalonannya tersebut, dia mengklaim mendapatkan dukungan 72 ribu tanda tangan atau lebih dua kali lipat dari yang disyaratkan panitia pemilihan, yakni 30 ribu. Batas akhir dukungan adalah Ahad, 8 April 2012.
Pria 74 tahun yang memiliki latar belakang militer itu, sebelumnya, mendapatkan dukungan penguasa militer untuk mengambil alih kekuasaan setelah Presiden Husni Mubarak tumbang oleh gerakan rakyat, Februari tahun lalu.
"Dewan Agung tak memiliki hubungan, baik negatif maupun positif, dengan keputusan saya untuk bertanding dalam pemilihan presiden," ujar Suleiman dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh koran pemerintah Al-Akhbar, Senin, 9 April 2012.
"Dan begitu nama saya diumumkan sebagai salah satu calon, saya menerima ancaman pembunuhan melalui telepon seluler. Ancaman itu berbunyi, 'kami akan membalas dendam' dari anggota Ikhwanul Muslimin dan kelompok Islam lainnya," kata Suleiman.
Suleiman boleh dikatakan menjadi Wakil Presiden Mubarak pada akhir masa kepemimpinannya selama tiga dekade. Ia dianggap sebagai simbol rezim militer yang senantiasa mengancam kelompok Islam, melecehkan, dan menahan mereka di era Mubarak. Pencalonannya sesungguhnya oleh banyak kalangan sangat diharapkan untuk mengakhiri ketidakstabilan politik di Mesir.
Keputusannya untuk maju sebagai calon presiden hanya 11 jam--dianggap terlalu pendek--setelah Ikhwanul Muslimin yang sekarang ini menguasai kursi parlemen menunjuk Khairat al-Shater sebagai calon presiden. Dalam wawancara dengan Reuters, Ahad kemarin, Shater menolak pencalonan Suleiman sebagai pengganti bekas bosnya.
"Saya menganggap pencalonannya merupakan penghinaan pada revolusi dan rakyat Mesir," kata Shater yang menghabiskan waktu 12 tahun di bui pada masa pemerintahan Mubarak. "Omar Suleiman telah membuat kesalahan besar. Dia hanya akan menang melalui pemalsuan, dan jika hal ini terjadi, revolusi akan terulang lagi."
Dukungan mesin politik Ikhwanul Muslimin akan membuat peluang Shater memenangkan pemilu presiden besar. Para pendukung Ikhwan menolak tuduhan bahwa kelompoknya mengancam membunuh Suleiman seperti yang disampaikan kepada media.
Dewan militer mengatakan lembaganya akan menyerahkan kekuasaan ke pemerintahan sipil setelah seorang presiden terpilih pada pemilihan Mei dan Juni. Sekitar 23 calon lolos dari persyaratan dan hampir seluruhnya berasal dari kelompok Islam atau era Mubarak.
Ditanya tentang siapa yang bakal menggantikan rezim Mubarak, presiden terguling? Suleiman menjelaskan, "Mari kita katakan bahwa Anda tak bisa memutar kembali jam. Revolusi telah membentuk realitas baru dan tak satu pun yang melihat kembali sebuah rezim yang telah gagal, berakhir, dan ditolak masyarakat."
"Dan saya telah mengatakan kepada para pemuda Mesir serta lainnya bersama orang-orang yang semasa periode revolusi bahwa saya mendukung tuntutan mereka," ujarnya.
Jika dia memenangkan pemilu, Suleiman berjanji tidak akan mengintervensi pengadilan terhadap bekas anggota rezim. Mubarak dan para bekas pemimpin tertinggi pemerintahan akan diseret ke meja hijau sehubungan dengan tewasnya lebih dari 800 demonstran saat unjuk rasa menentang pemerintahan. Dia menambahkan, keputusannya maju sebagai calon Presiden Mesir dilatarbelakangi karena merasa popularitas Ikhwanul Muslimin mulai menurun akibat menguasai hampir semua pos.
REUTERS | CHOIRUL