TEMPO.CO, Jakarta - Lima belas partai politik yang tergabung dalam Barisan Partai Non-Parlemen (Banter) menilai Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum yang rencananya akan disahkan dalam sidang paripurna pada Rabu, 11 April 2012 sangat diskriminatif.
"Semua partai, baik di dalam parlemen atau di luar parlemen, punya hak sama. Kalau yang di luar harus verifikasi ulang, ini jelas diskriminatif," kata Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso saat menggelar pertemuan dengan Pansus RUU Pemilu di gedung DPR, Selasa, 10 April 2012.
Menurut Sutiyoso, diskriminasi itu terlihat dari aturan verifikasi partai peserta pemilu. Dia meminta agar partai yang tidak masuk di parlemen pada Pemilu 2009 lalu tidak perlu diverifikasi ulang, laiknya partai yang saat ini lolos di parlemen. "Kalau partai baru bisa dimengerti. Tapi untuk partai seperti kami ini mesti dilihat lagi," katanya.
Lima belas partai politik yang tergabung dalam Banter, yaitu PBB, PKNU, PDS, PKPI, PDP, PKDI, PPDI, Patriot, PIS, P3I, PPN, Merdeka, PNIM, PMB, dan Republikan mendatangi Pansus RUU Pemilu, pada Selasa, 10 April 2012 sekitar pukul 12 siang.
Selain persoalan verifikasi partai, Banter juga menawarkan perubahan sistem parliamentary threshold menjadi fractional threshold dengan mengganti frasa "untuk diikutkan dalam penghitungan kursi DPR" dalam Pasal 202 UU No 10/2008 untuk dapat membentuk fraksi di DPR.
Menurut mereka, agar produk DPR tidak memicu perselisihan, pertikaian, dan bentrok di masyarakat, Banter meminta agar DPR tidak menerapkan ambang batas yang berlaku nasional, kecuali dengan sistem berjenjang sesuai tingkatannya.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang anggota Pansus RUU Pemilu, I Gede Pasek, menyatakan saat ini waktu pembahasan sudah sangat terlalu mendesak. Dia mempersilakan jika ada kelompok masyarakat yang keberatan dengan RUU tersebut untuk mengadukannya ke Mahkamah Konstitusi.
"Sudah mepet. Tapi pada dasarnya UU produk DPR bisa di bawa ke MK. Jadi silakan kalau kurang puas,” kata politikus Partai Demokrat ini.
ANGGA SUKMA WIJAYA