TEMPO.CO, Banyuwangi - Pesisir laut selatan di Banyuwangi, Jawa Timur, tidak dilengkapi alat deteksi tsunami meski daerah itu pernah dilanda bencana tsunami tahun 1994.
Menurut prakirawan kantor Klimatologi Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) Banyuwangi, Anjar Triono Hadi, peralatan deteksi tsunami di pesisir selatan yang dipasang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 2005 lalu sudah hilang dicuri. "Alat tersebut sudah lama dicuri," kata Anjar kepada Tempo, Senin, 16 April 2012.
Anjar mengatakan alat pendeteksi tsunami warning system (TWS) yang dimiliki BMKG hanya berada di Kuta, Bali. Meski berada di Bali, kata dia, alat itu bisa mendeteksi dan mengirimkan sinyal ke BMKG Banyuwangi bila terjadi tsunami di pesisir Jawa.
Anjar menambahkan, BMKG belum kembali memasang alat deteksi tsunami di Banyuwangi karena masih terganjal anggaran. "Suatu saat pasti kita pasang. Masih diprioritaskan untuk daerah yang sangat rawan," kata dia.
Tidak adanya alat deteksi dini tsunami membuat warga di pesisir pantai selatan sering khawatir bila gempa menimpa daerahnya. Mereka hanya bisa mengandalkan gejala alam untuk mewaspadai bencana tsunami. "Setelah ada gempa, kita lihat air laut. Kalau air laut surut, kita langsung lari," kata Ridwan Nurdin, warga yang tinggal di pesisir Grajagan.
Tahun 1994 lalu, gempa yang disusul tsunami pernah menerjang kawasan pesisir selatan Banyuwangi. Musibah itu menyebabkan 214 orang meninggal, 14 orang hilang, dan ratusan bangunan rusak.
IKA NINGTYAS