TEMPO.CO, Jakarta - Sudah berkali-kali Wa Ode Nurhayati diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) pada APBN 2011. Hari ini, Rabu, 18 April 2012, politikus Partai Amanat Nasional ini kembali diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
Wa Ode, yang mendatangi kantor KPK sekitar pukul 10.50 WIB, membenarkan dirinya kembali diperiksa oleh KPK. "Ya," katanya. Ketika ditanya kondisi kesehatannya, dia juga mengaku dalam kondisi sehat.
Legislator asal Sulawesi Tenggara ini tidak lagi menjawab pertanyaan wartawan berikutnya. Dia langsung memasuki kantor KPK didampingi pengacaranya, Sulistiyowati. Wa Ode datang dengan mengenakan baju terusan berwarna biru bermotif bunga, dibalut jaket berwarna putih.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha membenarkan pemeriksaan Wa Ode hari ini. "Dia diperiksa sebagai tersangka," kata Priharsa.
Dalam kasus DPID ini, bukan hanya Wa Ode yang dijadikan tersangka. KPK juga telah menetapkan Fadh A. Rafiq, kader Partai Golkar, sebagai tersangka. Wa Ode disangka oleh KPK telah menerima suap Rp 6,9 miliar dari Fadh dan Haris Andi Surahman, kader Golkar lainnya. Uang itu disebutkan milik Fadh yang diberikan Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda dan Syarif Achmad.
Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Fadh dan Haris mendapatkan proyek pada tiga kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Satu lagi daerah di Sulawesi Utara, yaitu Kabupaten Minahasa.
Kesepakatan yang terbangun, Wa Ode akan memperjuangkan daerah tersebut agar masing-masing mendapatkan alokasi anggaran DPID sebesar Rp 40 miliar. Namun, pada penetapan daerah penerima, ternyata hanya dua kabupaten yang disetujui, yakni Aceh Besar dengan nilai proyek Rp 19,8 miliar dan Bener Meriah dengan anggaran Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kemudian menagih Wa Ode Nurhayati agar mengembalikan uang tersebut.
Dalam proyek DPID ini, Wa Ode menyebutkan keterlibatan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Dia, yang juga anggota Banggar, pernah melaporkan kepada penyidik KPK ihwal adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan Banggar dan pimpinan DPR. KPK pun telah memeriksa keempat pimpinan Banggar: Melkias Marcus Mekeng, Olly Dondokambey, Mirwan Amir, dan Tamsil Linrung.
Laporan serupa pernah juga disampaikan oleh koalisi beberapa lembaga swadaya masyarakat antikorupsi kepada KPK. Koalisi menduga terjadi penyimpangan program tersebut karena ada pengurangan daerah penerima DPID secara sepihak pada APBN 2011. Banggar dan Kementerian Keuangan semula menyepakati penerima program berbiaya Rp 7,7 triliun itu sebanyak 424 daerah, namun dikurangi 126 daerah. Padahal daerah yang dicoret dari daftar itu termasuk kategori miskin dan layak. Anehnya, pengurangan jumlah daerah penerima tidak mengurangi nilai total anggaran.
RUSMAN PARAQBUEQ