TEMPO.CO, Jakarta - Sudomo menjadi perwira inti di lingkaran dalam Soeharto bersama Ali Moertopo, Benny Moerdani, dan Yoga Soegama. Terlibat kasus Bapindo karena memberi referensi kepada Eddy Tansil.
Tulisan ini merupakan bagian kedua dari memoar Sudomo yang terbit di Majalah Tempo pada edisi 27 Juni 2011.
***
Ombak pagi itu lumayan besar. Rombongan Presiden tengah berada di laut sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta. Saat itu Presiden Soeharto mengajak mancing tamunya, Kanselir Jerman Helmut Kohl. Namun, ikan di dekat Pulau Edam rupanya tak bersahabat dengan pemancing dari Jerman. Saya yang berada di kapal berbeda terus mengamati dan menjaga. Lalu saya nyeletuk. ”Jangan-jangan Pasukan Katak di bawah menyabet ikannya.”
Ternyata celetukan itu sampai ke telinga Tien Soeharto melalui ajudan. ”Bener ya, Pak Domo, di dalam sana ada Pasukan Katak yang sudah nyiapin ikan untuk dipancing?” Saya menjelaskan, celetukan itu kelakar saja. Tak lama, saya dipanggil Soeharto dan ditanyai soal Pasukan Katak itu. Saya kembali menjelaskan, itu hanya canda. Soeharto tak memperlihatkan wajah marah, malah tersenyum.
Saya hampir selalu menemani aktivitas Soeharto. Dalam menjalankan hobi bermain golf, Soeharto selalu mengikuti aturan. Bila ia main terlalu lambat, misalnya, orang lain boleh menyalip. Tapi saya dan pengawal selalu mengingatkan pegolf lain, jangan sampai melewati Soeharto. Kalau ada pegolf yang main lambat, saya juga mengingatkan supaya cepat.
Saya sebenarnya bisa bermain golf, tapi jarang bermain bersama Soeharto karena harus mengawal. Saya menjadi Ketua Umum Persatuan Golf Indonesia selama 26 tahun. Lazimnya, ketua umum menjabat lima tahun dan paling lama dua periode. Mungkin karena tidak ada yang berani menjadi Ketua Umum Persatuan Golf Indonesia pada zaman itu.
***