TEMPO.CO, Jakarta- Tim kuasa hukum mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan kronologi kasus yang menjerat kliennya terkait kasus kebijakan mengenai alat kesehatan.
Menurut Yusril, berdasarkan hasil yang dia pelajari, kasus tersebut berawal saat terjadi banjir bandang di Kuta Cane, Aceh pada tahun 2005 lalu. Saat itu, ada sekitar 22 orang meninggal, 300 orang harus dirawat di Rumah Sakit, dan sekitar 3000 orang terpaksa mengungsi. Karena takut terjadi wabah, maka diperlukan langkah darurat untuk mengatasi keadaan tersebut.
Karena RS di Kuta Cane tidak mempunyai perlengkapan standar minimal yang diperlukan dan tidak tersedianya obat-obatan yang memadai, Kepala Pusat Penanggulangan Bencana Departemen Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal, waktu itu melalui surat mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk menyetujui penunjukan langsung untuk pengadaan peralatan kesehatan dan obat-obatan untuk mengatasi korban banjir.
Setelah menerima surat tersebut, Yusril melanjutkan, Siti kemudian meminta kepada Sekjen agar Kepala Biro Keuangan menelaah apakah bisa dilakukan penunjukan langsung atau tidak. Siti lalu mendapatkan rekomendasi bahwa berdasarkan Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003, bisa dilakukan penunjukan langsung.
"Jadi, beliau menjawab surat dari Sekjen itu dengan mengatakan bahwa penunjukan langsung untuk kasus ini dapat dipertimbangkan dan pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Yusril.
Menurut Yusril, tugas Menteri sebagai penanggung jawab tertinggi di Departemen hanya sebagai pembuat kebijakan serta pengambil keputusan. Menteri, kata Yusril, bukanlah kuasa pengguna anggaran, melainkan hanya sebagai pengguna anggaran. Berdasarkan UU Keuangan Negara, kewenangan tersebut dilimpahkan kepada kuasa anggaran sehingga menteri tidak terlibat hal teknis.
"Saya ingin mengoreksi yang dikatakan pak Sutarman sebagai Kabareskrim bahwa ibu Siti adalah kuasa pengguna anggaran. Urusan teknis seperti pengeluaran uang, menandatangani cek, itu diserahkan kepada Sekjen kementerian kemudian kepada unit eselon satu terkait. Dia hanya menyetujui ada penunjukan langsung, bahwa siapa yang melakukan penunjukan, itu kan ada pada eselon dua," katanya.
Yusril melanjutkan, persoalan berapa biaya yang dibutuhkan terkait hal tersebut, itu ditentukan oleh kuasa pengguna anggaran sesuai alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara. "Jika kemudian dalam realisasinya terjadi penyimpangan, misal pelaksanaan teknis membeli barang yang tidak diperlukan atau membeli obat melebihi dari yang dibutuhkan, sampai tingkat mana pertanggung jawaban itu harus dibebankan" katanya.
Menurut mantan Menteri Hukum dan HAM ini, jika dibatasi terkait apa yang disangkakan oleh Mabes Polri, kasus tersebut berkaitan dengan UU Korupsi yang dikaitkan dengan pasal 55 ayat 1 dari KUHP tentang delik penyertaan. "Jadi, mungkin anak buah beliau melakukan tindak pidana korupsi, lantas beliau dianggap turut serta melakukan. Intinya begitu," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA