TEMPO.CO, Yogyakarta - Produser film Mira Lesmana saat ini tengah menggarap sebuah film berjudul `Atambua 39 Derajat Celsius` yang menyorot cerita manusia di sisi perbatasan, antara Atambua (Nusa Tenggara Timur-Indonesia) dengan Timor Leste.
Di film yang rencananya di rilis September 2012 itu, produser Petualangan Sherina dan Laskar Pelangi itu mengetengahkan kisah bagaimana kabar hidup para eksodus dari Timor Leste kini setelah 12 tahun referendum.
“Saya sebenarnya malu, saya pun ikut lupa, ternyata masih ada masalah disana setelah referendum itu,” kata Mira di Yogyakarta, Kamis, 19 April 2012.
Istri aktor Mathias Muchus itu menuturkan, pihaknya terkahir kali mengangkat soal problematika di NTT, khususnya bidang pendidikan di Flores dan Timor, melalui film dokumenter sekitar setahun silam untuk lembaga dunia, Unicef. Setelah menyelami lebih dalam melalui film yang digarapnya bersama Riri Reza itu, permasalahan di bumi Timor ternyata lebih kompleks.
“Dan kita banyak yang tak mengetahuinya karena seolah semua baik-baik saja, tenggelam dari sorotan publik,” kata dia.
Misalnya saja soal para warga yang sebagian masih dibalut trauma karena terpisah dari anggota keluarga yang memilih hidup di Timor Leste. Warga eksodus yang kembali itu di Atambua disebut sebagai "warga baru". Tak hanya itu, kehidupan yang jauh dari sejahtera seperti belum masuknya listrik, air, serta sarana lain ikut memperparah keadaan tersebut.
“Pemerintah Indonesia seperti lupa bahwa ada manusia di sana, yang terombang-ambing belasan tahun dengan ketidakjelasan nasib,” kata Mira.
Dalam film yang semua aktornya diperankan warga Timor itu, digunakan sepenuhnya bahasa Tetun,bahasa asli warga setempat. Sementara ketika saat dilaunching di film itu baru dilengkapi dengan subtitle Indonesia sebagai bantuan untuk penonton memahami.
Untuk penyelesaiannya film ini, Mira masih mencari pendanaannya. Mira mengaku sengaja tak mengarahkannya film itu ke arah komersil sehingga segala pembiayaannya pun akan dihimpun dari berbagai sumber, salah satunya funding dan donatur. “Saya ingin film ini benar-benar punya sisi lain, tak sekedar menghibur,” kata kakak musisi Indra Lesmana itu.
Apa yang terjadi di Atambua saat ini, kata Mira, tak lebih dari sebuah victim politic. Namun produser film Eliana-Eliana itu tak ingin fokus pada sisi politik, melainkan sisi kemanusiaan yang terjadi di sana.
Produser yang mengaku sudah jatuh cinta dengan pulau Timor ini menilai fungsi film baginya adalah menjadi pengingat atas hal-hal yang sudah terlupakan, tak sekedar menghibur. Dengan film bisa juga mendorong terjadinya perubahan pola pikir, dari yang buruk menjadi baik. Seting Atambua sengaja dipilih Mira sebagai kritik tak langsung juga atas perkembangan industri film saat ini yang hanya mengambil latar Jakarta dan sekitarnya. “Apa Indonesia itu cuma Jakarta?” kata pendiri Miles Production itu.
PRIBADI WICAKSONO.