TEMPO.CO, Cilegon - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Wali Kota Cilegon dua periode 1999-2004 dan 2004-2009, Tubagus Aat Syafa’at, sebagai tersangka dalam kasus pembangunan dermaga Pelabuhan Kubangsari di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten, pada 2005-2010 lalu. Dalam kasus itu, KPK menduga telah terjadi suap dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan negara mengalami kerugian Rp 11 miliar.
"Setelah melakukan penyelidikan, KPK memutuskan meningkatkan status menjadi proses penyidikan dengan tersangka mantan Wali Kota Cilegon Aat Syafa'at," kata juru bicara KPK, Johan Budi, ketika dihubungi Selasa, 24 April 2012.
Kasus tersebut bermula saat Pemerintah Kota Cilegon menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Krakatau Steel terkait tukar guling lahan pembangunan pabrik Krakatau Posco dan dermaga Kota Cilegon. Pemkot Cilegon menyerahkan lahan di Kelurahan Kubangsari seluas 65 hektare ke PT Krakatau Steel untuk pembangunan Krakatau Posco. Sebagai pengganti, PT Krakatau Steel menyerahkan lahan seluas 45 hektare di Kelurahan Warnasari kepada Pemkot Cilegon untuk dibangun dermaga.
Dalam pembangunan tersebut, KPK mengendus indikasi suap dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Aat. “Tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang jabatan,” kata Johan.
Menurut Johan, sampai saat ini belum ada rencana penahanan terhadap Aat yang juga orang tua kandung Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi tersebut. “Surat pemberitahuan belum kita sampaikan, kami masih mempersiapkan,” katanya.
Di lain pihak, Aat Syafaat membantah dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Menurut dia, kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. “Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Sejauh ini saya juga belum mendapat pemberitahuan resmi dari KPK. Selama saya belum menerima surat itu, saya anggap itu hanya isu,” kata Aat.
Bekas orang nomor satu di Kota Cilegon ini mempertanyakan dasar penetapan dirinya sebagai tersangka. “Dasarnya apa? Darimana korupsinya saya? Harus jelas, dong, alasannya. Jangan main tetapkan sebagai tersangka saja, lalu tidak bisa mengatakan alasannya apa. Jika memang saya mau dijadikan tersangka, mungkin akan ada yang datang untuk menangkap saya,” katanya.
WASI’UL ULUM