TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan pelaksanaan ujian nasional (unas) tingkat sekolah menengah pertama kerap diwarnai kebocoran kunci jawaban. Retno mengatakan ia mendapat laporan di beberapa sekolah kunci jawaban sengaja diedarkan beberapa saat sebelum ujian dilaksanakan.
“Soal rawan bocor saat dibawa dari rayon ke sekolah. Setelah sampai di sekolah kan tidak lagi dijaga polisi,” kata Retno di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Kamis, 26 April 2012.
Berdasarkan informasi yang dihimpun FSGI, kasus peredaran kunci jawaban unas terjadi di berbagai tempat. Salah satunya di sebuah SMP di Sumatera Utara. Pada pagi hari ketika soal ujian sampai di sekolah, soal tersebut dibuka oleh panitia. Panitia yang membuka soal lalu membuat kunci jawaban dan membagikannya kepada siswa. “Pagi-pagi mereka sudah mendapat jawaban soal,” kata Retno.
Kasus keterlibatan panitia pelaksana dalam peredaran kunci jawaban juga terjadi di sebuah sekolah di Tangerang. Di sana, kata Retno, ada sebuah sekolah yang berbagi halaman dengan rumah ketua yayasan. Pagi-pagi hari ketika soal ujian tiba, kepala yayasan dilaporkan meminta salah seorang guru untuk mengisi soal ujian di rumahnya. Jawaban si guru kemudian dibagi-bagikan kepada siswa. “Kami dapat laporan seperti itu,” katanya.
Kasus serupa juga terjadi di Depok. Di Depok, kata Retno, ada satu sekolah yang menjadi tuan rumah unas bagi beberapa SMP. “Sebab sekolahnya kecil-kecil,” kata dia. FSGI mendapat laporan bahwa di sekolah tersebut siswa, pengawas, hingga kepala sekolah bekerja sama berbagi kunci jawaban ujian.
Hari pertama ketika waktu ujian hampir habis ada panitia yang dilaporkan berkeliling kelas mengedarkan kunci jawaban. “Pengawasnya pura-pura tidak tahu dengan mengobrol di luar,” katanya. Hari kedua tingkat kecurangan meningkat. Kali ini bukan panitia yang masuk mengedarkan kunci jawaban, tapi kepala sekolah. Hari ketiga, sebelum siswa masuk kelas, semuanya berbaris menyalami kepala sekolah.
“Salamnya bukan salam biasa, tapi salam tempel sambil membagikan kunci jawaban,” katanya.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri menilai Kementerian Pendidikan Nasional tidak serius menanggapi laporan tindak kecurangan dalam pelaksanaan UN SMP. Sebab penelusuran Kementerian selalu berujung pada kesimpulan bahwa kecurangan tersebut tidak terbukti.
“Jika serius sedikit saja pasti dapat kasus-kasus kecurangan seperti itu,” kata Febri.
ANANDA BADUDU