TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tersangka kasus korupsi proyek bioremidiasi atau revitalisasi bekas tambang PT Chevron Pasific Indonesia, Alexiat Tirtawidjaja, hingga kini belum juga memenuhi panggilan pemeriksaan Kejaksaan Agung. Perempuan yang juga pejabat di PT Chevron ini sampai sekarang masih tinggal di California, Amerika Serikat.
Oleh karena itu, Kejaksaan akan berupaya memeriksa Alexiat di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat. "Pokoknya diupayakan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto usai salat Jumat di Masjid Kejaksaan Agung, 27 April 2012.
Andhi melanjutkan, tim penyidiknya telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada Alexiat Selasa lalu, 24 April 2012. Namun, surat panggilan tersebut hanya disampaikan melalui PT Chevron.
Di lain pihak, Vice President Policy, Government, Public Affair PT Chevron, Yanto Sianipar, mengatakan dirinya belum mengetahui surat panggilan untuk Alexiat seperti yang dikatakan Andhi. "Jadi kami belum bisa menanggapi," katanya. Mengenai rencana pemeriksaan Alexiat di KBRI di Amerika, Yanto belum mau berkomentar. Menurut dia, hal tersebut merupakan opsi yang akan bisa dibicarakan.
Kejaksaan Agung menyatakan setidaknya membutuhkan waktu enam bulan untuk memeriksa Alexiat. Dia saat ini sedang menunggu suaminya yang sakit dan membutuhkan perawatan selama enam bulan di sana. “Tapi mungkin juga sebelum enam bulan bisa kami periksa,” kata Andhi kemarin.
Andhi melanjutkan, tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kepada Alexiat. Petinggi Chevron ini balik mengirimkan surat permohonan pengunduran waktu pemeriksaan dirinya yang disertai lampiran surat dokter yang merawat suaminya. Dengan alasan kemanusiaan, Kejaksaan Agung tidak bisa memaksakan pemeriksaan. Alexiat menjamin yang akan pulang ke Indonesia untuk memenuhi panggilan pemeriksaan.
Sejak Maret lalu, Kejaksaan Agung menyatakan sedang mengusut kasus dugaan korupsi bioremediasi atau revitalisasi bekas lokasi tambang minyak milik PT. Chevron Pasific Indonesia. Kejaksaan mengatakan, dalam melakukan penambangan itu, PT. Chevron sudah mengajukan biaya kepada BP Migas. Termasuk untuk membayar biaya bioremediasi terhadap bekas tambang PT. Chevron. Dalam mengerjakan bioremediasi tersebut, BP Migas bermitra dengan PT. Green Planet Indonesia dan PT. Sumigita Jaya. Namun, Andhi menyatakan pekerjaan bioremediasi tersebut fiktif.
Kedua perusahaan tersebut tidak memiliki klasifikasi teknis dan sertifikasi sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah. Akan tetapi, biaya bioremediasi tetap diajukan ke BP Migas. Modus tersebut terjadi antara tahun 2003 hingga sekarang. Akibatnya negara merugi US$ 23,361 juta.
INDRA WIJAYA