TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan dampak krisis Eropa menyebabkan Asia menjadi salah satu ladang investasi bisnis dunia, terutama dalam pasar obligasi. "Kebutuhan infrastruktur Asia masih besar," ujar Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional ADB Iwan J. Azis dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 26 April 2012.
Kebutuhan dana besar ini seharusnya, kata Iwan, tetap disokong investor Asia. Ia menyayangkan masih banyaknya investor Asia yang melirik kawasan di luar wilayahnya. "Seperti Cina. Cadangan devisanya Rp 3 triliun, tapi masih banyak ditanamkan di Amerika," ujarnya.
Kebutuhan untuk infrastruktur membutuhkan waktu yang tak sebentar. Oleh sebab itu, bentuk investasi yang tepat adalah obligasi karena bisa memberi tenor berjangka panjang. "Instrumen investasi jangka panjang di Asia pun masih minim," ujarnya. Itu menyebabkan pasar obligasi di Asia masih bisa berkembang pesat.
Ia menambahkan kebutuhan anggaran infrastruktur Asia hingga sepuluh tahun ke depan diprediksikan mencapai 8 triliun US dollar. Untuk menjaga investasi obligasi tak lari keluar kawasan, negara-negara ASEAN plus Cina, Jepang, dan Korea Selatan membentuk Asian Bond Markets Initiative. "Agar kelebihan likuiditas tetap di Asia," ujarnya.
Ia mengkhawatirkan kalau investasi dilarikan ke luar kawasan akan terjadi round tripping. "Investasi ditanamkan kembali oleh swasta asing ke Asia sehingga biaya transaksi akan tinggi," ujarnya.
Optimisme Iwan senada dengan yang disampaikan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar. Ia menyatakan krisis Eropa bisa menciptakan momentum pertumbuhan pesat infrastruktur di Asia. "Kami dorong dan manfaatkan momentumnya dengan cara memanfaatkan Asian infratructure fund dan mendorong rasa saling percaya investor dengan Asian bond market," ujarnya.
Kondisi ini disebut Mahendra sebagai saat yang tepat untuk menarik kembali investasi ke wilayah Asia. Aksi ini lalu bisa diikuti dengan menarik investasi negara lain di luar kawasan potensial berkembang.
Dalam laporannya, ADB menyatakan pada 2011, pasar obligasi di Asia Timur tumbuh tujuh persen dibanding tahun sebelumnya. Nilainya melejit jadi 5,7 miliar US dolar. Indonesia disebut sebagai pendorong pertumbuhan ini karena obligasinya memiliki kinerja terbaik pada tahun lalu.
M. ANDI PERDANA