TEMPO.CO , Madrid: Jupp Heynckes gembira, tapi tidak berlebihan, setelah memimpin Bayern Muenchen menyingkirkan Real Madrid dalam pertandingan semifinal Liga Champions di Santiago Bernabeu, Madrid, kemarin dinihari. Padahal Heynckes, 66 tahun, yang menjadi penyerang cadangan Jerman Barat ketika memenangi Piala Dunia 1974, pasti tak akan pernah lupa bagaimana Madrid memecatnya sebagai pelatih setelah membawa klub raksasa Spanyol itu memenangi Liga Champions musim 1997/1998.
Heynckes tak bicara soal balas dendam. Pelatih dengan segudang pengalaman menangani klub Jerman, termasuk Bayern Muenchen dalam dua kali kesempatan, dan Spanyol ini lebih banyak berkomentar soal keuntungan timnya menjadi tuan rumah dalam pertandingan final melawan Chelsea di Allianz Arena, Muenchen, 19 Mei nanti. “Itu sesuatu yang benar-benar 'gila',” katanya dengan nada senang.
Heynckes mungkin tidak berselera bicara soal dendam karena sudah terbiasa menerima ketidakadilan. Pada kiprah pertamanya menangani Muenchen pada musim 1987-1991, ia juga dipecat setelah membawa klub Bavarian ini memenangi Liga Jerman dua kali berturut-turut. Adapun di Madrid ia hanya melatih pada musim 1997/1998 dan langsung disingkirkan setelah membawa klub Spanyol itu memenangi Liga Champions untuk ketujuh kalinya.
Pada debutnya yang kedua di Muenchen pada musim 2011/2012, mantan pemain Borussia Monchengladbach ini juga sudah dipastikan gagal membawa klub Bavarian itu memenangi Liga Jerman. Tapi ia menebusnya dengan membuka peluang klub legendaris ini menjuarai Liga Champions buat kelima kalinya setelah terakhir meraihnya pada 2001.
Presiden Muenchen sekarang, Uli Hoenes, adalah temannya sesama pemain di tim nasional Jerman Barat pada 1974. Mungkin hal itu juga yang membuat dia lebih nyaman sekarang dalam menangani Muenchen, termasuk dalam menjaga mental anak-anak asuhannya agar seteguh baja ketika menghadapi drama semifinal kedua: menahan Madrid 1-2 sampai perpanjangan waktu dan menang 3-1 di babak adu penalti. Dengan demikian, Muenchen lolos ke final setelah menang 2-1 di semifinal pertama.
“Saya sudah banyak melihat drama pertandingan dalam karierku. Tapi, ketika kami lolos ke final, yang akan berlangsung di stadion milik klub kami sendiri, dengan mengalahkan tim sebesar Madrid, saya begitu bangga atas para pemainku dan suporter kami,” kata Heynckes.
“Madrid unggul 1-0 dan kemudian 2-0, sehingga hampir lolos. Tapi para pemain kami berhasil melepaskan diri dari tekanan. Kami memperbaiki diri sepanjang waktu. Pada babak pertama dalam soal serangan dan pada babak kedua di segala segi,” ia menambahkan.
Salah satu taktik Heynckes yang jitu adalah keberaniannya menggantikan penyerang sayap Franck Ribery dengan pemain lebih segar, Thomas Muller, sehingga Muenchen bisa terus bermain spartan sampai perpanjangan waktu. Ia juga sukses membesut Toni Kroos dari gelandang bertahan menjadi penyerang lubang. Kroos kini menjadi pesaing berat buat gelandang Madrid, Sami Khedira, untuk posisi pemain starter di tim nasional Jerman.
DARI BERBAGAI SUMBER | PRASETYO