TEMPO.CO, Jakarta- Bursa saham Eropa mencatat kinerja terbaik di bandingkan bursa-bursa Asia yang memiliki kinerja beragam dan bursa Amerika yang jatuh. Namun, Bursa Efek Indonesia masih mampu menguat 0,1 persen dan mencatat rekor baru. Pada perdagangan Kamis, indeks harga saham gabungan Bursa Indonesia tercatat 4.224 poin. Sejak awal pekan, indeks Bursa Indonesia terus menanjak.
Bagusnya kinerja Jakarta disokong oleh saham XL Axiata yang naik 2,7 persen menjadi Rp 5.800 per lembar, serta saham Astra International dan Bank BRI yang masing-masing menguat 0,8 persen menjadi Rp Rp 74.200 dan Rp 6.550. Sebaliknya, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Gudang Garam masuk kategori saham unggulan yang melemah. Ketiganya masing-masing turun 2 persen (Rp 7.250), 1,9 persen (Rp 3.950), dan 1,3 persen (Rp 29.250).
Perdagangan di Bursa Indonesia juga masih terus bergairah, meskipun turun dibandingkan hari sebelumnya. Pada perdagangan Rabu, nilai transaksi mencapai Rp 5 triliun, sedangkan hari sebelumnya sempat mencapai Rp 6,2 triliun. Investor asing mencatat net inflow, meskipun kecil, yakni Rp 40 miliar. Dibandingkan bulan lalu, Bursa Indonesia mencatat net buy Rp 193 miliar, dan jika disandingkan dengan setahun lalu, terjadi net buy Rp 11,7 triliun.
Pada perdagangan Kamis, CIMB Securities Indonesia membukukan total transaksi (termasuk crossing) sebesar Rp 691 miliar atau 6,9 persen dari total transaksi. Peringkat berikutnya diduduki oleh CLSA Indonesia yang mencatat transaksi senilai Rp 639 miliar (6,4 persen), dan Kim Eng Securities yang mencapai traksaksi sebesar Rp 547 miliar (5,5 persen).
Setelah beberapa hari naik, Mandiri Sekuritas mencatat, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah berjangka 10 tahun turun dua basis poin menjadi 6,02 persen. Namun, jika dibandingkan sebulan lalu, imbal hasil obligasi pemerintah sudah naik 6 basis poin. Per 2 Mei, kepemilikan asing di obligasi pemerintah naik Rp 210 miliar menjadi Rp 229 triliun atau 29,7 persen dari total obligasi yang dirilis pemerintah.
Sayangnya, kinclongnya kinerja bursa tak diimbangi penguatan rupiah. Nilai tukar mata uang Indonesia itu justru kembali terjungkal 0,5 persen menjadi Rp 9.250 per dolar Amerika. Dengan posisi seperti itu, rupiah sudah terdepresiasi 0,7 persen selama sebulan terakhir dan dua persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
MTQ