TEMPO.CO, Lumajang - Puluhan nasabah korban pengemplangan dana oleh BMT Syariah Ummat, Senin, 7 Mei 2012 menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Negeri Lumajang. Mereka menuntut pengembalian dana ribuan nasabah yang total mencapai Rp 20 miliar.
Kasus ini menjerat dua orang petinggi usaha bermodus simpan pinjam itu, yakni Suwardi dan Totok Marwoto. Keduanya kini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang dan sudah sampai pada tahap pembacaan pleidoi.
Koordinator aksi unjuk rasa, Doni Yanuar, mengatakan mereka memperjuangkan hak untuk mendapatkan uangnya kembali. "Ada 19 ribu nasabah yang menunggu pengembalian dananya dengan nilai total Rp 20 miliar," kata Doni kepada wartawan.
Nasabah sudah berkali-kali menagih haknya, tetapi tak pernah berhasil hingga kemudian Suwardi dan Totok Marwoto diadili. Namun, proses persidangan mengecewakan para nasabah karena dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa tidak ada satu pun klausul agar keduanya mengembalikan uang nasabah.
Karena itu, dalam aksinya puluhan orang tersebut mendesak jaksa penuntut umum serta majelis hakim memasukkan poin pengembalian dana nasabah dalam tuntutan jaksa maupun vonis.
Tuntutan jaksa yang menyatakan agar kedua terdakwa dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider empat bulan kurungan penjara dinilai tidak adil oleh para nasabah.
Doni menjelaskan bahwa para nasabah juga menempuh upaya hukum melalui gugatan perdata. Persidangan yang juga dilakukan di Pengadilan Negeri Lumajang saat ini masih terus berjalan.
Berdasarkan pantauan Tempo, hingga siang tadi puluhan nasabah tersebut sempat menduduki kantor Pengadilan Negeri Lumajang. Sejumlah aparat Kepolisian Resor Lumajang berjaga-jaga di dalam dan di luar halaman kantor pengadilan. Hiruk-pikuk orasi disambut dengan hingar-bingar teriakan tuntutan nasabah terdengar hingga di dalam ruang sidang pengadilan.
Kasus pengemplangan uang nasabah tersebut mencuat pada tahun 2007. Proses penanganan perkara sejak di kepolisian hingga berkasnya diajukan ke pengadilan memakan waktu hingga empat tahun.
DAVID PRIYASIDHARTA