TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok mengatakan saat ini partainya tidak sedang melirik siapapun untuk dicalonkan sebagai presiden pada Pemilihan Presiden 2014 mendatang. Termasuk tidak menyiapkan Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.
"Kami tidak mengusung JK," ujar Mubarok saat dihubungi, Senin, 7 Mei 2012. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini berpendapat, sebagai negarawan, Jusuf Kalla memang merupakan figur yang kuat. Kalla juga punya karakter yang bisa mempersatukan banyak kelompok.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini juga sportif dan tidak suka menyalahkan orang lain. Akan tetapi, partainya belum punya wacana untuk mengusung Kalla sebagai presiden. "Untuk JK itu masih jauh, belum, dan tidak akan kami bahas," ujar Mubarok.
Pembahasan calon presiden dan wakil presiden, kata Mubarok, baru akan dibahas pada akhir 2013. Pada tahun ini Demokrat akan fokus pada konsolidasi dan kaderisasi partai menghadapi Pemilu 2014 mendatang.
Mengenai adanya beberapa kader Demokrat yang mulai mengusung JK sebagai calon presiden, kata Mubarok, belum merupakan keputusan partai. Dia menilai wajar saja jika ada pendapat pribadi dari kader partai. Partai pun, kata Mubarok, tidak akan melarangnya. "Itu, kan, hanya wacana pribadi dan biarkan saja."
Sebelumnya Ketua DPP Partai Demokrat Umar Arsal mengatakan tidak menutup kemungkinan partainya mengusung Kalla sebagai calon presiden. Namun, secara mekanisme semuanya diserahkan kepada majelis tinggi partai.
Demokrat akan terbuka untuk figur-figur yang ada, termasuk Kalla. Menurut dia, figur seperti Kalla bisa masuk. Namun, memang kader diprioritaskan, meskipun tidak tertutup kemungkinan calon dipilih dari luar kader.
Soal kabar elektabilitas Kalla mendominasi di Sulawesi Selatan, Umar mengatakan hal itu harus dibuktikan. Jika polling Kalla memang bagus, bukan tidak mungkin Demokrat mengusungnya.
Tapi itu dikembalikan kepada aspirasi internal partai mulai dari DPC, DPD, sampai DPP, kemudian diputuskan oleh Majelis Tinggi. Namun Umar mengaku hingga saat ini belum diputuskan mekanisme apa yang akan diambil, apakah berbentuk konvensi atau survei.
IRA GUSLINA SUFA