TEMPO.CO, Jakarta -Puluhan aktivis dari berbagai elemen buruh, yang tergabung dalam Komite Rakyat Bersatu menggelar renungan peringatan 19 tahun terbunuhnya aktivis buruh Marsinah di depan Gedung Agung Yogyakarta, Selasa 8 Mei 2012 malam. Mereka dikawal polisi setempat.
Para aktivis itu membentuk lingkaran lalu menyalakan ratusan lilin. Wajah mereka semua tertutup, mengenakan topeng dari fotokopian wajah Marsinah dan dilubangi kedua matanya. Foto Marsinah berada di tengah-tengah. Mereka kemudian menyerukan keprihatinan karena pemerintah dianggap abai terhadap kasus buruh PT. Catur Putra Surya 9 Mei 1993 silam.
“Orde Baru telah membuat pengadilan bohong-bohongan kasus pembunuhan itu, sehingga masalah ini tak kunjung selesai,” kata Koordinator umum Komite, Akbar Rewako.
Jasad Marsinah diemukan tewas di sebuah gubuk dusun Jegong Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Ia adalah aktivis buruh yang menggerakkan mogok buruh dan protes kepada Kodim Sidoarjo atas penangkapan 13 rekannya yang dipaksa meneken surat PHK.
Dalam aksi malam itu, para aktivis dari 20 elemen masyarakat Yogyakarta menuntut pemerintah kembali bersikap serius menangani kasus itu. Aksi para aktivis itu mengundang sejumlah wisatawan dan warga negara asing bersimpati dan duduk bersama untuk mendengarkan orasi dan puisi para aktivis.
“Kami merasa sangat kecewa ketika pemerintah saat ini menyebut bahwa kasus Marsinah bukanlah kasus pelanggaran HAM terberat di negeri ini,” kata Akbar. Setelah 14 tahun reformasi, tak terungkapnya kematian Marsinah menjadi pertanda gagalnya proses reformasi bidang hukum.
PRIBADI WICAKSONO