TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang mengalami kecelakaan di Gunung Salak Bogor belum memiliki sertifikat tipe dari regulator penerbangan Indonesia. Padahal menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bhakti Singayudha Gumay, sertifikat itu harus dimiliki sebelum dilakukan uji kelayakan dan boleh masuk ke Indonesia.
"Hanya perlu waktu dua pekan untuk mendapat sertifikat itu sebelum terbang," kata dia di kantornya, Kamis 20 Mei 2012.
Saat ini Sukhoi Superjet 100 baru memiliki sertifikat tipe dari Otoritas Penerbangan Sipil Rusia (Interstate Aviation Committe/IAC) dan Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (European Aviation Safety Agency/EASA).
Herry mengatakan sertifikat dari IAC diperoleh Sukhoi pada 2011 sedangkan lisensi EASA terbit pada 3 Februari 2012. Namun Sky Aviation dan Kartika Airlines, dua maskapai penerbangan Indonesia yang membeli pesawat ini belum mengajukan permohonan pembuatan sertifikat di Indonesia.
Untuk menerbitkan sertifikat tipe, Kementerian Perhubungan hanya perlu melakukan pengecekan dan konfirmasi mengingat sudah ada dua lisensi yang dikeluarkan negara lain.
Rencananya dalam waktu dekat, Herry dan aparat Kementerian Perhubungan akan mendatangi pabrik pembuatan Sukhoi di Rusia untuk melakukan verifikasi. "Hal itu diperlukan untuk menerbitkan sertifikat produk mereka." ujarnya.
Setelah insiden kecelakaan ini, Herry menegaskan tak ada larangan bagi maskapai penerbangan nasional untuk membeli pesawat Sukhoi Superjet 100. Sebabnya, kecelakaan ini kemungkinan tidak disebabkan oleh faktor kelaikan pesawat. "Hal ini sudah teruji karena ada sertifikatnya." katanya.
Superjet 100 adalah pesawat penumpang pertama yang dikembangkan oleh Sukhoi Aircraft bekerjasama dengan perusahaan penerbangan Amerika Serikat dan Eropa, diantaranya Boeing, Snecma, Thales, Messier Dowty, Liebherr Aerospace dan Honeywell.
Pesawat ini masuk dalam kelas armada rute jarak menengah dengan kapasitas penumpang di bawah 100 orang. Jarak yang mampu diarungi yakni antara 3.048 kilometer hingga 4.578 kilometer dengan ketinggian 12.200 meter di atas permukaan laut. Selain Indonesia, beberapa negara lain yang memesan pesawat ini diantaranya Pakistan, Myanmar, Laos dan beberapa negara pecahan Uni Soviet.
AFRILIA SURYANIS