TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badaruddin, berharap laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang dugaan kerugian negara dalam pembagian dividen saham PT Newmont Nusa Tenggara menjadi pertimbangan majelis hakim Mahkamah Konstitusi.
“Kalau seandainya laporan itu benar, kewenangan hakim untuk menjadikan itu pertimbangan,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa 15 Mei 2012.
Saat ini Mahkamah Konstitusi sedang menyusun keputusan atas sengketa kewenangan lembaga negara antara Presiden melawan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan. “Laporan ICW dan sengketa ini dua hal yang berbeda, ini sepenuhnya kewenangan hakim, kami tidak bisa mengintervensi,” ujarnya.
Badaruddin menilai, jika laporan ICW dibenarkan oleh aparat hukum, akan menjadi kelemahan dari sistem lama yaitu pembelian oleh pemerintah daerah yang berkolaborasi dengan perusahaan swasta. “Harapan kami, jangan diulangi,” katanya.
Pemerintah yang berniat membeli 7 persen saham divestasi Newmont dihalangi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan. DPR dan BPK menilai pembelian saham senilai US$ 246,8 juta atau Rp 2,2 triliun itu harus mendapatkan izin DPR. Polemik ini berujung pada sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pembelian ini akan menjadi model pertama negara menguasai beberapa saham perusahaan tambang yang dikuasai asing. “Negara akan mendorong transparansi perusahaan tambang,” katanya.
Adapun DPR dan BPK menilai polemik ini tidak patut dibawa dalam sengketa kewenangan lembaga negara. “Ini masalah kecil,” kata anggota Komisi Keuangan Nusron Wahid yang mewakili DPR dalam sengketa ini. Ketua BPK Hadi Poernomo menilai pendapat BPK bersifat final dan tidak bisa digugat.
Selain tiga lembaga negara, Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi dan Anggota Komisi Investasi dan Pertambangan Kabupaten Sumbawa, Fitra Rino, mengajukan menjadi saksi ahli. Zainul mengatakan pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dari pembelian 24 persen saham divestasi Newmont dan menginginkan pembelian 7 persen saham divestasi yang diminta terlebih dulu oleh pemerintah pusat. Adapun Fitra membantah pernyataan Zainul.
“Pembelian saham oleh pemerintah daerah sarat dengan masalah hukum,” katanya.
Aktivis ICW, Firdaus Ilyas, melaporkan adanya dugaan kerugian negara atas pembagian dividen pada PT Multi Daerah Bersaing (MDB), konsorsium yang dibentuk oleh PT Daerah Maju Bersaing (perusahaan tiga pemerintah daerah di NTB) dan PT Multicapital (Group Bakrie).
Menurut Firdaus, DMB yang menguasai 6 persen saham Newmont atau 25 persen saham MDB seharusnya menikmati dividen US$ 47,21 juta. Namun kenyataannya DMB hanya menerima dividen US$ 7,38 juta atau Rp 66,943 miliar. “Sejak awal kontraknya memang bermasalah,” katanya. Firdaus menilai Multicapital memotong dividen DMB untuk melunasi utang. Dalam pembelian 24 saham ini Multicapital berutang kepada Credit Suisse Singapura.
AKBAR TRI KURNIAWAN