TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Gerakan #IndonesiaTanpaFPI, Dhyta Caturani, menganggap larangan terhadap konser Lady Gaga sebagai bentuk pelanggaran hak Warga Negara Indonesia (WNI). "Itu pelanggaran hak WNI atas hiburan," kata Dhyta ketika dihubungi Tempo, Jumat, 18 Mei 2012. Dhyta mengatakan larangan tersebut juga merupakan tindakan penyensoran terhadap karya seni.
Menurut Dhyta ketika karya seni dan budaya diseleksi oleh pemerintah, maka hal tersebut merupakan bentuk penyensoran. Penyensoran tersebut menjadi suatu bentuk pelanggaran dan tindakan polisi untuk melarang konser tersebut tidak benar.
Polisi, kata Dhyta, mengeluarkan larangan karena adanya tekanan dari satu ormas tertentu, yaitu Front Pembela Islam (FPI). Jika nantinya FPI melakukan serangan saat konser Lady Gaga berlangsung, maka sudah menjadi tugas polisi untuk menghalau serangan tersebut. Ia membandingkan kondisi tersebut dengan aksi buruh.
Saat para buruh menggelar aksi, menurut Dhyta polisi selalu tanggap. "Polisi sudah siap dengan gas air mata dan water cannon," ujar Dhyta. Ia mempertanyakan polisi yang dianggapnya tidak pernah menghalau massa FPI.
Sebelumnya pada hari Kamis, 10 Mei 2012, Lima perwakilan Gerakan #IndonesiaTanpaFPI mendatangi Mabes Polri untuk melayangkan somasi. Mereka menyatakan kecewa dengan polisi yang dinilai tidak tegas menindak kekerasan dari ormas yang mengatasnamakan agama. Dalam surat somasi, kata Dhyta saat itu, gerakan tersebut menyatakan kekecewaan atas peristiwa kekerasan yang baru-baru ini terjadi, antara lain di Gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, serta pembubaran diskusi Irshad Manji di Komunitas Salihara,
Gerakan tersebut memberi waktu selama dua pekan kepada polisi untuk memperbaiki kinerja. Dhyta berharap polisi selalu melindungi kebebasan beribadah dan berpendapat setiap warga negara. Jika polisi membiarkan, Dhyta mengatakan akan ada somasi kedua dan berlanjut akan dilakukan class action.
Atas larangan polisi terhadap konser Lady Gaga, gerakan #IndonesiaTanpaFPI akan melayangkan somasi kedua. "Kemungkinan dua pekan dari sekarang," ujar Dhyta. Ia mengklaim sudah sekitar 2.100 orang memberikan dukungan kepada gerakan tersebut melalui jejaring sosial.
MARIA YUNIAR