TEMPO.CO, Jakarta - Perdebatan antara mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana soal putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menunda pengangkatan Wakil Gubernur Junadi Hamsyah menjadi gubernur definitif memanas.
Denny Indrayana menilai putusan PTUN tersebut tidak sah. "Tidak ada telex/telegram pun yang dilakukan. Penetapan menulis pemberitahuannya dengan telepon. Tidak sah," tulis Deny dalam akun Twitter-nya @dennyindrayana, Sabtu 19 Mei 2012, sekitar pukul 11 siang.
Komentar Denny ini menjadi balasan dari kicauan Yusril di akun Twitter-nya @Yusrilihza_Mhd, Sabtu, 19 Mei 2012, sekitar pukul sembilan pagi. Yusril menuding Denny tidak paham soal hukum acara PTUN.
Yusril menulis bahwa menurut UU No.5/86 tentang PTUN Pasal 67 ayat 2 “Permohonan penundaan hanya dapat dilakukan apabila terdapat keadaan yang sangat,” kicaunya. “Mengingat sifatnya ‘sangat mendesak’ cara penyampaian dapat dilakukan dengan telegram/telex atau dengan kurir," tulis kuasa hukum Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin M. Najamuddin, itu.
Menurut Denny, Agusrin sudah divonis Mahkamah Agung korupsi. Undang-Undang Pemerintah Daerah mengatur dia diberhentikan tetap dan wakil gubernur dilantik menjadi gubernur.
Namun, kata Denny, tidak rela jabatan gubernurnya hilang, dengan dibantu Yusril, Agusrin menggugat ke PTUN. Maka jadilah PTUN menjadi benteng pertahanan terpidana korupsi untuk mempertahankan posisinya selaku gubernur. Seharusnya, kata dia, dari Lapas Cipinang, Agusrin yang sudah divonis MA korupsi bersikap legowo. Relakan rakyat Bengkulu punya gubernur baru.
Agusrin menang dalam gugatan putusan sela di PTUN Jakarta 14 Mei 2012. Pihak tergugat adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Wakil Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Putusan memerintahkan menunda pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif menggantikan Agusrin.
RINA WIDIASTUTI