TEMPO.CO, Jakarta - Lima tahun hampir berlalu sejak Robben hengkang dari Chelsea. Tapi rasa penasaran dan dendam masih melekat kuat di hati pemain sayap asal Belanda itu. “Saya tak bisa memungkiri, saya meninggalkan klub itu membawa perasaan tak enak," katanya.
Selama tiga musim di klub Inggris itu, ia memang merasa tak bisa mengeluarkan kemampuannya secara maksimal. Cedera yang datang silih berganti membuatnya kerap terpinggirkan. "Saya merasa harusnya bisa bermain lebih sering," katanya. "Hasrat membalas ada di kepala saya. Saya ingin menjadi juara Eropa bersama Bayern Muenchen dan tak lagi peduli terhadap Chelsea.”
Robben memang jadi salah satu senjata andalan Muenchen saat menghadapi Chelsea, Sabtu, 19 Mei 2012, atau Minggu, 20 Mei 2012 dinihari. Setelah meninggalkan Chelsea, pemain berkaki kidal itu sempat bermain untuk Real Madrid selama dua musim, lalu berlabuh di Muenchen. Ia kini tengah menjalani musim ketiganya di Allianz Arena.
Bersama klub Jerman itu, Robben menjalani final Liga Champions keduanya. Pada musim 2009/2010, ia harus mengalami kekecewaan setelah timnya ditekuk Inter Milan di final.
Namun hasrat Robben menebus kegagalan itu punah. Meski pemain 28 tahun tersebut menilai timnya memiliki peluang lebih besar karena akan bermain di kandang sendiri, akhirnya Chelsea lolos setelah drama adu penalti. “Kami percaya diri, tapi tak mau terlena," katanya.
Pemain berjulukan Gelas Retak itu--karena kerap cedera--melihat permainan Chelsea saat ini berbeda dibanding saat dirinya masih di sana. “Mereka telah sedikit mengubah sistemnya dan kerap bermain tanpa pemain sayap," katanya.
Bagi dia, pola baru Chelsea itu bisa menjadi kekuatan Chelsea. "Banyak pemain mereka yang sudah memperkuat tim sangat lama, yang bisa jadi kekuatan. Mereka sudah mencoba banyak pemain baru," katanya.
AP | GUARDIAN | NURDIN SALEH