TEMPO.CO, Jakarta - Empat Pemerintah Provinsi di Kalimantan akan mengadukan kekurangan bahan bakar minyak bersubsidi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengaduan ini datang dari Pemerintah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Kepala Dinas Pertambangan Propinsi Kalimantan Timur Amrullah mengatakan setiap hari ada antrean sepanjang 1 kilometer hingga 2 kilometer untuk membeli BBM bersubsidi. Penduduk di kawasan perbatasan, menurut dia, bahkan terpaksa membeli bahan bakar ke Malaysia. "Harganya Rp 15.000 per liter sampai Rp 20.000 per liter," katanya, ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Senin, 21 Mei 2012.
Dalam usulannya, Pemerintah Kalimantan Timur tahun ini meminta alokasi 672.009 kiloliter premium bersubsidi dan 294.230 kiloliter solar bersubsidi. Angka ini berarti pemerintah daerah ini meminta tambahan kuota 20 persen dari APBN-P 2011.
Anggota Komisi VII DPR Mardani Ali Sera mengatakan DPR akan mengecek kesesuaian permintaan pemerintah daerah dengan asumsi rata-rata kenaikan konsumsi BBM bersubsidi. Dalam hitungan DPR, rata-rata kenaikan konsumsi BBM bersubsidi berkisar empat persen hingga enam persen per tahun.
Namun anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan tak tertutup kemungkinan pertumbuhan konsumsi BBM di daerah tertentu di atas itu. "Mungkin pertumbuhan ekonomi di Kalimantan lebih tinggi daripada rata-rata nasional 6 persen karena perkembangan tambang dan perkebunan," kata Mardani.
Bila permintaan tambahan di atas 10 persen, maka perlu diverifikasi lebih lanjut. DPR akan memverifikasi data dan kondisi lapangan dengan permintaan keempat pemerintah provinsi sebelum membantunya.
"Kita ada kekhawatiran ini bocor ke perkebunan atau pertambangan yang mana mereka tidak punya hak untuk pakai BBM subsidi," kata Mardani.
BERNADETTE CHRISTINA