TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Aziz Syamsuddin menyatakan pemberian grasi bagi tersangka kasus narkotik, Schapelle Leigh Corby, dapat dicabut. Walaupun perlu bukti dan temuan adanya perjanjian antara Pemerintah dan Australia di balik grasi tersebut.
Grasi hanya bisa diberikan apabila sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 mengenai pengetatan pemberian remisi bagi narapidana kejahatan besar, yaitu terorisme, narkotik, dan korupsi. “Pelaksanaannya juga harus sesuai dengan asas keadilan, jangan tebang pilih,” kata Aziz saat dihubungi Rabu, 23 Mei 2012.
Politikus Partai Golkar ini menolak mengomentari grasi yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada warga negara Australia itu. Alasannya, Aziz belum melihat surat keputusan pemberian grasi.
Presiden memberikan grasi atau pengurangan hukuman Corby dari 20 tahun menjadi 15 tahun penjara. Surat Keputusan Presiden Nomor 22/G Tahun 2012 itu dikeluarkan pada 15 Mei 2012. Corby tetap harus membayar denda sesuai putusan pengadilan.
Corby, 34 tahun, tertangkap membawa ganja seberat 4 kilogram di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, pada Oktober 2004. Pengadilan Negeri Denpasar memvonis 20 tahun penjara atas usaha penyelundupan ganja dari Australia dan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan.
Setelah banding, Corby sempat mendapat keringanan hukuman menjadi 15 tahun penjara. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengembalikan hukumannya menjadi 20 tahun. Berbagai usaha dilakukan Corby untuk mendapatkan keringanan hukuman. Corby lalu mengajukan peninjauan kembali (PK), tapi ditolak Mahkamah Agung pada 28 Maret 2008.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita Terkait
Grasi untuk Corby, SBY Dikecam
Grasi Corby, Australia Diminta Bersikap Adil