TEMPO.CO, Jakarta -Nilai tukar rupiah sempat menembus angka Rp 9.515 pada perdagangan Jumat lalu. Melemahnya rupiah disebut-sebut tergerek kurs rupiah instrumen hedging (lindung nilai) di pasar non-derivative forward (NDF) luar negeri. Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia, Ryan Kiryanto, menilai kunci menjaga nilai tukar rupiah adalah dengan penguatan fondasi ekonomi dan menghindari kebijakan-kebijakan kontroversial. Pengembangan hedging (lindung nilai) jangka panjang di dalam negeri sendiri dinilai berisiko.
"Soal hedging, memang baik untuk proteksi potensi kerugian karena foreign exchangetransaction. Tapi, celakanya, selain biaya hedging semakin mahal, hedging itu sendiri juga dijadikan alat spekulasi," ujar Ryan kepada Tempo, Ahad, 27 Mei 2012.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, membenarkan pasar valuta asing domestik membutuhkan lebih banyak instrumen valas untuk hedging. Sejauh ini instrumen hedging yang berkembang masih jangka pendek antara 2 hari sampai 3 bulan. Pengembangan instrumen hedging dengan jangka yang lebih panjang dinilai penting untuk menghindari kerugian akibat volatilitas kurs rupiah.
Ryan menilai, dalam menjaga kurs rupiah, pengawasan dan intervensi oleh BI tetap menjadi poin penting dalam menjaga kurs. "Sebaiknya BI tetap mengawasi, intervensi ketika rupiah makin tertekan dalam," ujarnya. Selain itu, pemerintah dan BI juga dinilai perlu meningkatkan devisa hasil ekspor untuk memperkuat cadangan devisa, selain mengurangi impor barang jadi dan memperkuat fundamental ekonomi domestik.
MARTHA T.