TEMPO.CO, Jakarta- Para legenda bulu tangkis Indonesia berkumpul di launge Hotel Century, Jakarta, Senin, 28 Mei 2012. Di sana ada Susi Susanti, duduk bersebelahan dengan Rudy Hartono Kurniawan. Di sudut lain, Lim Siew King tampak berbicara serius dengan Christian Hadinata sedangkan Joko Suprianto berbisik serius dengan Sigit Budiarto.
Mereka bukan sedang mendiskusikan strategi permainan. Para jawara bulu tangkis tersebut terpaksa "turun gunung" mengutarakan keprihatinan mereka atas jatuhnya prestasi bulu tangkis Indonesia menyusul kegagalan di ajang piala Thomas dan Uber 2012 di Wuhan, Cina, 20-27 Mei lalu.
“Yang menyedihkan di tim Thomas. Menjadi juara dua saja sudah dianggap gagal, ini malah delapan besar. Ini buruk sekali, dan tim Thomas kita tidak pernah kalah dari Jepang,” kata Susi, perebut medali emas Olimpiade Barcelona 1992.
Pernyataan Susi ini mewakili isi hati seluruh mantan atlet yang hadir siang itu. Mereka kompak mengatakan ada yang salah dalam tubuh PBSI yang menyebabkan jatuhnya prestasi bulu tangkis Indonesia. Kebobrokan PBSI telah mengakar, mencakup segi kebijakan, metode pelatihan dan pembinaan sampai penerapan disiplin atlet. Hal ini juga diperparah dengan kurangnya kesadaran para penghuni pelatnas sekarang akan tanggung jawab, kekompakan, dan profesionalisme.
“Jelang piala Thomas saja para pemain latihan sendiri-sendiri tidak ada kekompakan dalam tim. Padahal ini adalah kejuaraan beregu. Bahkan dua hari sebelum piala Thomas, ada pemain yang ikut pertandingan ke Papua dan anehnya pengurus memberi izin,” kata salah satu anggota skuad tim Thomas 2012, Taufik Hidayat.
Selain itu, terdapat sebuah tumpang tindih kewenangan dalam tubuh PBSI. Beberapa pengurus yang tidak memiliki kewenangan dalam suatu bidang dengan leluasa campur tangan dan menghasilkan kebijakan mengenai pembinaan dan pelatihan yang tidak sesuai. Akibatnya, hal ini mengganggu proses latihan dan pembinaan. “Bidang pembinaan dan prestasi PBSI sekarang ompong. Mereka tak memiliki fungsi apa-apa sekarang,” kata mantan atlet bulu tangkis yang kini melatih ganda campuran PBSI, Richard Mainaky.
Rangkaian masalah yang mendera pengurus maupun atlet ini kemudian berujung pada kegagalan Indonesia di ajang piala Thomas dan Uber. Para legenda bulu tangkis ini mendesak agar pengurus, atlet, dan pelatih sesegera mungkin mencari solusi yang tepat agar masalah yang telah mengakar ini segera dibenahi. “Selama ini evaluasi, evaluasi, tapi apa hasilnya? Masalah tak kunjung selesai dan prestasi kian terpuruk,” ujar mantan pebulu tangkis di era 1980-an, Imelda Wiguna.
Legenda bulu tangkis dunia asal Indonesia, Liem Swie King yang sudah jarang terlibat dalam dunia bulu tangkis pun ikut “turun gunung” menyuarakan keprihatinannya. “Saya memang sudah lama tidak terlibat, saya lebih banyak kagetnya mendengar yang terjadi sekarang. Hasil yang kita peroleh sekarang pasti ada sesuatu yang salah,” tutur juara All England 1978 ini. Ia berharap dengan suara para mantan atlet ini, PBSI tersentuh dan mau melakukan perubahan serta mencari solusi yang tepat agar bulu tangkis Indonesia bisa kembali jaya.
ANANDA W. TERESIA