TEMPO.CO, Jakarta - Aksi spekulasi di pasar non deliverable forward (NDF) pasar Singapura membuat rupiah bergerak cukup liar hingga sempat mendekati level 9.600 per dolar Amerika Serikat (AS).
Tingginya harga dolar di pasar NDF membuat nilai tukar rupiah di pasar domestik pontang-panting. “Tajamnya penguatan rupiah di akhir perdagangan mengindikasikan adanya intervensi,” ujar Yohanes Ginting, pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures.
Positifnya bursa dan mata uang regional dimanfaatkan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi ke pasar yang mampu menahan sehingga rupiah tidak melemah terlalu dalam.
Walhasil, dalam perdagangan Selasa, 29 Mei 2012, nilai tukar rupiah ditutup di 9.446 per dolar AS, melemah 115 poin (1,23 persen) dari posisi Senin. Sebelumnya rupiah sempat terpuruk hingga ke 9.594 per dolar AS.
Ada dua faktor yang membuat rupiah terlihat terpontang-panting dalam beberapa hari terakhir. Pertama karena memang dolar AS sedang cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia, termasuk rupiah dan mata uang asing lainnya. Kedua karena adanya pelarian modal dari pasar obligasi dan bursa saham domestik ke dolar AS karena dianggap tempat yang paling aman memarkirkan dana (safe haven).
Namun yang menyebabkan pergerakan rupiah menjadi liar karena aksi spekulatif di pasar Singapura. Setelah berhasil menembus level 9.300 per dolar AS, para pelaku pasar berspekulasi rupiah bisa begerak ke mana saja. Ini dimanfaatkan oleh mereka untuk memperoleh keuntungan.
Ketidakpastian di pasar finansial ini, Yohanes melanjutkan, setidaknya sampai pemilihan umum di Yunani pada 17 Juni mendatang. Pasar akan melihat pemenangnya, apakah dari partai yang pro-bailout atau yang menentang. Jika partai yang pro itu menang, kemungkinan kekhawatiran Yunani akan sedikit mereda. Tetapi, jika partai yang menentang bailout menang, akan semakin menekan euro. “Imbasnya, dolar AS makin kuat dan kembali menekan rupiah,” tuturnya.
Hingga pemilu di Yunani bulan depan, rupiah masih akan gonjang-ganjing dan bisa ke 9.600 per dolar AS. Sebab pelaku pasar akan terus mengamankan portofolionya ke dalam dolar AS yang dianggap lebih aman.
VIVA B. KUSNANDAR