TEMPO.CO , BANGKOK:- Tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah Thailand maupun penanggung jawab keamanan, Aung San Suu Kyi, Selasa 29 Mei 2012 memulai kunjungan empat harinya di Thailand.
“Sejauh yang saya tahu, kami tidak didekati oleh timnya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Thani Thongpkhakdi.
“Kami hanya mempelajari kedatangannya dari media, bukan dari timnya. Saya kira kami akan mendapatkan jadwal terperincinya untuk kami persiapkan,” kata Suriya Prasatbuntitya, Gubernur Provinsi Tak, melalui wawancara telepon.
Juru bicara Suu Kyi, U Nyan Win, menutup teleponnya saat New York Times menghubunginya. Kepala keamanan Suu Kyi yang mengorganisasi kedatangannya ke Thailand, U Khin Tha Myint, juga menutup telepon selulernya.
Hal seperti ini dianggap tidak biasa, apalagi Suu Kyi dijadwalkan berkunjung ke kamp pengungsi di Provinsi Tak. Di sini tinggal sejumlah etnis minoritas Myanmar yang menyelamatkan diri akibat pergolakan di Myanmar beberapa dekade lalu.
Pemerintah Thailand menyatakan kamp ini sebagai kawasan terlarang, sehingga kunjungan pemimpin gerakan demokrasi yang juga anggota parlemen Myanmar ke kamp tersebut tanpa jelas penanggung jawab keamanannya.
Setibanya di Bandar Udara Svarnabhumi, Bangkok, Thailand, Suu Kyi langsung bergegas meninggalkan bandara tanpa memberikan penjelasan kepada media.
Ini perjalanan pertama Suu Kyi ke luar negeri dalam 24 tahun terakhir setelah bebas dari tahanan rumah pada 13 November 2011.
Sepanjang jalan menuju balkon sebuah gedung rusak di kawasan industri di Bangkok, lebih dari 1.000 pekerja migran Myanmar mengelu-elukan Suu Kyi. Suu Kyi membalasnya dengan melambaikan tangan dan tersenyum ke arah mereka yang menyapanya “Mother Suu”.
“Dia itu harapan. Kami berharap ekonomi negara kami membaik dan kami akan dapat kembali pulang,” kata Zin Oo Maung, 24 tahun, pekerja di pabrik garmen.
Peraih Nobel Perdamaian ini menyatakan akan meningkatkan perbaikan hak-hak dan kondisi para pekerja migran. “Saya akan berupaya melakukan yang terbaik yang saya bisa lakukan,” kata Suu Kyi dalam bahasa Burma.
NEW YORK TIMES | REUTERS | MARIA RITA