TEMPO.CO, Jakarta – Tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom, menyatakan tak akan mengungkap pihak penyandang dana cek pelawat. Alasannya, ia tak tahu sponsor cek yang dibagikan ke sejumlah anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004.
“Bu Miranda sepakat kasus ini harus dituntaskan sampai ke akarnya. Tapi soal siapa pihak sponsor cek pelawat, maaf saja Bu Miranda tidak tahu soal itu,” kata pengacara Miranda, Andi F. Simangunsong, saat dihubungi pada Sabtu, 2 Juni 2012.
Menurut Andi, KPK seharusnya menelusuri sumber cek pelawat dari pihak selain Miranda. Sebab dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu diklaim Andi baru mengetahui soal adanya cek setelah kasus ini ramai diberitakan media. Namun Andi tak mau menyebut siapa narasumber yang seharusnya ditanya KPK. “Yang tahu soal itu seharusnya orang yang membagikan cek pelawat ke anggota Dewan,” kata dia.
Dalam sidang sejumlah terdakwa kasus ini diketahui cek mengalir ke politikus Senayan lewat bos PT Wahana Esa Sejati, Arie Malangjudo. Arie mendapat perintah dari atasannya di PT Wahana, Nunun Nurbaetie, untuk membagikan cek, sehari sebelum uji kepatutan dan kelayakan DGS BI 2004 digelar di Senayan.
Arie sempat mempertanyakan instruksi Nunun, tapi akhirnya menyanggupi. "La, masak office boy (yang mengantarkan)? Ini, kan untuk anggota Dewan," kata Nunun kepada Arie saat itu. Nunun kemudian menunjuk politikus Partai Golongan Karya Hamka Yandhu yang ada di ruangan yang sama. Menurut Nunun, Hamkalah yang akan mengatur soal pembagian cek pelawat ke sejumlah anggota Dewan.
Hamka ketika itu mengatakan soal itu sudah dia atur. Ia bahkan sudah memberi kode warna merah, kuning, hijau, dan putih pada paperbag yang berisi cek pelawat. Namun dalam sidang hal itu dibantah Nunun. Istri politikus Partai Keadilan Sejahtera Adang Daradjatun itu juga mengaku tak tahu sponsor 480 lembar cek senilai Rp 24 miliar itu.
Dalam persidangan Nunun, terungkap cek pelawat diterbitkan Bank International Indonesia (BII) untuk Bank Artha Graha. Artha Graha meminta cek pelawat ke BII setelah ada permohonan dari PT First Mujur Plantation and Industry. Bekas Direktur Keuangan First Mujur, Budi Santoso, mengatakan cek itu dibeli atas permintaan Suhardi Suparman alias Ferry Yen untuk membayar lahan sawit seluas 5.000 hektare di Tapanuli Selatan yang dibeli bos First Mujur, Lukman Hidayat alis Teddy Uban.
Hingga saat ini belum terungkap bagaimana cek itu bisa sampai ke tangan anggota Dewan. Ferry Yen, yang disebut sebagai pemesan cek itu, tak bisa bersaksi karena meninggal dunia pada 7 Januari 2007. Namun cerita soal transaksi lahan sawit itu diduga hanya karangan. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga curiga Ferry Yen adalah tokoh fiktif.
ISMA SAVITRI