TEMPO.CO, Semarang - Siswi SMKN 2 Kota Semarang yang meraih nilai tertinggi dalam ujian nasional, Mutiarani, tak lolos dalam seleksi program beasiswa Bidik Misi. Mutiarani mendaftarkan diri dalam program Bidik Misi di Universitas Negeri Semarang untuk jurusan akuntansi. “Saya sudah dikabari. Pihak sekolah yang mengabarkan saya tak lulus program Bidik Misi,” kata Mutiarani kepada Tempo, Selasa, 6 Juni 2012.
Karena tak lolos program beasiswa itu, kini Mutiarani belum dapat memastikan apakah akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau tidak. Ketiadaan dana menjadi alasan utamanya. “Soalnya, masalah biaya ini bukanlah hal yang mudah,” kata dia. Saat ini Mutiarani masih berembuk dengan ibu serta keluarganya.
Beasiswa Bidik Misi adalah program yang dicanangkan pemerintah sejak 2010. Melalui program tersebut pemerintah memberi bantuan pembiayaan bagi calon mahasiswa berprestasi yang tidak mampu secara ekonomi. Setiap penerima beasiswa mendapat Rp 6 juta per semester untuk menutupi biaya kuliah di perguruan tinggi negeri. Beasiswa itu terus diberikan hingga semester delapan masa kuliah. Anggarannya sekitar Rp 8 triliun.
Juru bicara Universitas Negeri Semarang Sucipto Hadi Purnomo membenarkan Mutiarani tak lolos Bidik Misi melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan. Sucipto menyatakan SNMPTN jalur undangan tak didasarkan pada nilai ujian nasional, tapi didasarkan pada kompilasi nilai rapor dan prestasi-prestasi lain. “Ketika didasarkan pada nilai rapor, Mutiarani tak selalu peringkat satu,” kata dia.
Sucipto menyatakan Mutiarani tak mungkin direkrut di Unnes melalui jalur Bidik Misi karena penilaian dari nilai rapor dan prestasi lain peringkatnya tak berada di atas. “Ukuran nilai ujian nasional dan ukuran nilai rapor memang berbeda,” kata Sucipto.
Mutiarani merupakan siswa SMKN yang memperoleh nilai tertinggi dalam ujian nasional tahun ini. Semua nilai ujian remaja putri yang tinggal di Setuk, RT 6 RW 4 Pudakpayung, Kota Semarang itu di atas sembilan. Nilai bahasa Indonesia 9,8, bahasa Inggris 9,8, matematika 10, kompetensi akuntansi 9,0, sehingga kalau ditotal 38,60. Sedangkan nilai di sekolah adalah 36,34 dengan pemerincian nilai bahasa Indonesia 9,02, bahasa Inggris 9,10, matematika 9,19, serta kompetensi keahlian 9,03. Jika dua nilai itu dikombinasikan dengan formula 60:40, nilai akhir Mutiarani adalah 37,70 dengan pemerincian nilai bahasa Indonesia 9,5, bahasa Inggris 9,5, matematika 9,7, serta kompetensi keahlian 9,0.
Secara ekonomi, Mutiarani masuk dalam ketegori siswa miskin. Dia berasal dari keluarga pas-pasan. Ayahnya, Juwarto, seorang kuli buruh yang meninggal dunia pada 2007 lalu karena sakit. Sedangkan ibunya, Sutarmi, 58 tahun, sehari-hari hanya bekerja sebagai pembantu serabutan di rumah tetangganya. Upah yang didapatkan Sutarmi hanya Rp 150 ribu per pekan atau Rp 600 ribu per bulan. Mutiarani merupakan anak bungsu dari tiga saudara. Kini, di rumahnya ia tinggal bersama ibu dan dua kakaknya yang juga semua perempuan.
ROFIUDDIN
Berita terkait
Dokter: Air Mata Kristal Tina Ternyata Palsu
Awas, 7 Mobil Ini Dinilai Berbahaya!
Dahlan Senang Uang Setan Dimakan Jin
Mengapa Tak Boleh Sikat Gigi Setelah Makan?
MK Kabulkan Gugatan Status Wamen