TEMPO.CO, Jakarta - Untuk mengantisipasi krisis global, pemerintah berencana memperbarui protokol manajemen krisis. Protokol yang dirancang Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia ini akan diperbaharui untuk meminimalisasi dampak krisis terhadap perekonomian Indonesia.
"Dalam waktu dekat ini kami akan tanda tangan (pembaruan protokol krisis) dengan BI," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Rabu, 6 Juni 2012.
Protokol itu nantinya akan lebih memperhatikan kondisi mutakhir perekonomian global. Sejumlah indikator ekonomi dikaji agar menjadi alarm untuk mengamankan stabilitas ekonomi Indonesia. Namun Agus menolak merinci perubahan indikator ekonomi dalam protokol krisis tersebut.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan ada beberapa indikator yang bisa menjadi alarm krisis. Tanda-tanda tersebut dapat dilihat antara lain dalam yield obligasi, indeks harga saham gabungan, dan surat utang yang dikeluarkan pemerintah.
Konsolidasi terhadap protokol manajemen krisis diperlukan untuk penyehatan keuangan. Fungsinya adalah mempertahankan kesehatan fiskal, menjaga rasio utang, dan memperkuat ekonomi domestik.
"Dari sisi ketahanan fiskal, pemerintah optimistis akan tetap dapat menjaga defisit APBN di bawah 3 persen," ujarnya. Sedangkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan terus memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kondisi infrastruktur.
Dengan langkah-langkah ini, Agus yakin di tengah situasi ekonomi global yang bergelombang, Indonesia memiliki ketahanan ekonomi yang cukup baik untuk menghadapinya.
M. ANDI PERDANA