TEMPO.CO, Jakarta - Perang antara Cina dan Jepang telah berlangsung selama satu tahun pada 1938. Serbuan ganas Jepang membuat Liem Sioe Liong muda memutuskan untuk mengadu nasib meninggalkan tanah leluhurnya, Futsing, Fukien, Cina Selatan, menuju tanah Jawa. Cerita tentang kemakmuran wilayah jajahan Belanda di Asia Tenggara itu rupanya terus mengusik hatinya.
Buku Kisah Sukses Liem Sioe Liong terbitan Indomedia tahun 1989 yang ditulis Eddy Soetriyono menyebutkan saat itu Liem masih berusia 22 tahun. Ia memulai pengembaraannya melalui pelabuhan Amoy. Dari sana ia menyeberang dengan kapal Belanda melintasi Laut Cina Selatan, kemudian mencapai Kota Kudus di Tanah Jawa.
Liem bukan pergi tanpa tujuan. Ia menyusul sang kakak, Liem Sioe Hie, yang sembilan tahun lebih dulu merantau ke Kudus, kota kecil di Jawa Tengah itu. Abangnya bekerja membantu perusahaan dagang kecil-kecilan milik pamannya, Liem Kiem Tjai.
Di Jawa, orang Fukien memang merupakan pendatang Cina paling besar. Menetap di kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, mereka banyak yang berhasil sebagai pedagang.
Dunia dagang merupakan ilmu baru bagi Liem. Terlahir sebagai anak petani, ia hanya mengenal tanah dan cangkul untuk menuai hasil bumi. Namun di negeri baru ini ia harus mencari nafkah sebagai tukang atau pedagang karena perantau Cina sama sekali tidak diperbolehkan memiliki tanah. Ia pun membantu sang paman yang berdagang minyak kacang.
Selama dua tahun, Liem beradaptasi di Kudus. Selain belajar dagang dari pamannya, ia rajin mengikuti teman-temannya sesama orang Futsing menjajakan berbagai keperluan penduduk desa sekitar seperti kain batik, kain sarung, dan mori. Dalam perjalanan itu pula ia menjadi dekat dengan sejumlah Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kala itu Kudus memiliki banyak pabrik rokok kretek, ada sekitar 150 lebih. Merek rokok pun bermacam-macam, di antaranya Garbis, Teboe, Goenoeng, Norojono, Bal Tiga, dan lain sebagainya.
Setelah kemerdekaan, Liem melihat peluang besar saat pabrik kretek mengalami krisis stok cengkeh. Kedekatannya dengan TNI memudahkannya menyelundupkan cengkeh dari daerah Maluku, Sumatera, dan Sulawesi Utara--lewat Singapura--dibawa ke Jawa melalui jalur-jalur strategis ke Kudus.
Dari perdagangan cengkeh inilah, Liem mulai mengeruk banyak keuntungan yang kemudian menjadi modal bagi cikal bakal perusahaan-perusahaannya yang lain.
Di bawah bendera perusahaan Grup Salim, Liem yang memiliki nama lain Sudono Salim pernah menjadi orang terkaya di Indonesia dan Asia Tenggara dengan kepemilikannya di Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, dan peritel Indomaret.
MUNAWWAROH
Berita Terkait:
Mengapa "Om Liem" Pilih Nama Sudono Salim
Jadi Legenda, Sudono Salim Jaya di Era Soeharto
Sudono Salim Sukses di Era Soeharto
Sudono Salim Orang Ke-25 Terkaya versi Forbes 2004
Sudono Salim, dari Penyalur Cengkeh Sampai Bos BCA
Sudono Salim di Mata Bekas Karyawannya
BCA Bawa Sudono Salim Jadi 12 Bankir Terkaya Dunia