TEMPO.CO, Jakarta -Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menolak dikaitkan dengan kenaikan harga gas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mencapai 55 persen. Juru Bicara BP Migas Gde Pradnyana mengatakan, soal harga gas ke hilir ditentukan sendiri oleh PGN tanpa keterlibatan BPMigas.
"Harga gas ke hilir bukan diatur oleh BPMigas, PGN yang menetapkan,” kata Gde ketika dihubungi Tempo, Ahad, 24 Juni 2012. baca : Tanpa Kenaikan Harga Gas, PGN Klaim Merugi
Baca Juga:
BP Migas, kata dia, justru tidak menyangka PGN menetapkan kenaikan harga hingga 55 persen untuk wilayah Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Padahal, BP Migas hanya memberikan review dan rekomendasi kenaikan harga gas di hulu menjadi sekitar US$ 5-6 dolar per juta British Thermal Unit (MMBTU).
Seperti diketahui, pada awal Mei lalu terjadi renegosiasi harga gas di sektor hulu. BPMigas menaikkan harga dua kontrak perjanjian jual beli gas bumi ke PGN. Perjanjian yang direnegosiasi adalah dari blok koridor milik Conoco Philips sebesar US$ 1,85 per juta british thermal unit (MMBTU) naik menjadi US$ 5,6 per MMBTU. Harga gas tersebut naik secara bertahap hingga menyentuh US$ 6,5 per MMBTU pada 2014.
Selain dari Conoco, harga gas dari Pertamina EP Region Sumatera Selatan ke PGN juga naik dari US$ 2,2 per MMBTU menjadi US$ 5,5 per MMBTU. Harga gas ini naik perlahan menjadi US$ 6 per MMBTU di 2013.
Saat ini diketahui Conoco memasok 412 miliar British thermal unit per hari (BBTUD), sedangkan Pertamina EP sekitar 250 BBTUD. Gas itu kemudian dikirim ke konsumen PGN di Jawa Barat melalui pipa South Sumatera West Java. Harga gas dari Conoco sebelumnya hanya 1,85 dollar AS MMBTU, sementara harga gas Pertamina sekitar 2,23 dollar AS per MMBTU.
Gde melanjutkan, kenaikan harga terlalu tinggi bagi hilir ini akibat peran ganda yang dianut PGN, sebagai transporter dan trader. Sebagai transporter, seharusnya harga yang dibebankan kepada industri hilir hanya terdiri dari biaya angkut dan toll fee. “Soal harga ini PGN berfungsi sebagai trader," ujarnya.
Tapi ketika terjadi masalah kekurangan volume, PGN berubah menjadi transporter. Seharusnya, Gde menambahkan, kalau mau trader juga, kekurangan volume menjadi tanggung jawab PGN dengan mencari sumber lain. Bukan memilih menaikkan harga di hilir. Kenaikan harga gas hingga 55 persen ini, diperkirakan karena PGN juga mengenakan biaya keuntungan atau service cost kepada pembeli hilir.
ROSALINA