TEMPO.CO, Yogyakarta- Ribuan warga Yogyakarta melakukan kirab budaya bertajuk Mubeng Puro Pakualaman (mengelilingi Puro Pakulaman) pada, Ahad, 24 Juni 2012. Kirab itu adalah puncak peringatan 200 tahun Kadipaten Pakulaman 1812-2012.
Acara Kirab diikuti sekitar 35 kontingen dengan total peserta sebanyak 1.600 orang. Mereka menempuh rute Jalan Sultan Agung-Jalan Suryopranoto-Jalan Bausasran-Jalan Gajahmada-Jalan Sultan Agung dan berakhir di Puro Pakualaman.
Turut memeriahkan kirab, anggota grup lawak Warkop, Indro yang mengendarai kuda lengkap dengan pakaian adat Jawa. Indro hadir sekaligus mengikut kegiatan gathering pecinta motor antik se-Indonesai yang dihelat di Yogyakarta selama dua hari ini, 23-24 Juni 2012.
"Kebetulan putra mahkota Pakualaman (RM Wijoseno Haryo Bimo) adalah teman di Klub Harley Davidson. Beliau minta saya ikut kirab sekalian dan saya pun senang hati mengiyakan,” kata Indro di sela karnaval. Ia berpendapat mengikuti kirab tradisi adalah bagian menjaga kebudayaan.
Kirab dimulai pukul 15.30 WIB dan dilepas oleh raja Pakulaman, Pakualaman yakni PA IX. Tak hanya Pakualam, ada pula Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Ki Demang Wangsyafudin dan Ki Yudo.
Rombongan kirab hari ini juga diramaikan dengan kehadiran empat ekor gajah yang disewa dari Kebun Binatang Gembiraloka. Hewan berbelalai itu memimpin jalannya prosesi.Selain itu ada juga kontingen paskibraka, bergodo (prajurit) lombok abang, bergodo plangkir, kavaleri, bergodo Ngeksigondo, hingga punggawa Gunung Ketur.
Sekretaris panitia peringatan Dwi Abad Pakualaman, KPH Kusumo Parastho, menuturkan kirab adalah wujud masih solidnya kekuatan masyarakat Yogyakarta . Khususnya dalam upayanya mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Kesitimewaan (RUUK) DIY yang sampai sekarang masih mandeg pembahasannya oleh pemerintah pusat juga DPR RI.
"Ini wujud bahwa kami di Pakulaman mendukung penuh Keraton Yogyakarta dalam perjuangan RUUK," kata dia. Keraton dan Pakualaman adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Menurut Parastho, peringatan dwi abad ini juga untuk meluruskan bagian sejarah Kadipaten Pakualaman yang selama ini terjadi salah kaprah di masyarakat. Terutama tentang mengenai silsilah Pangeran Notokusumo (pendiri kadipaten) yang sempat dicap sebagai antek penjajah Inggris.
"Sebenarnya waktu itu Pangeran Notokusumo bertindak menjadi mediator antara Inggris dan Keraton agar menghindari peperangan, sehingga tidak menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat,” kata dia. Kebetulan, Pangeran Notokusumo yang merupakan adik tiri Sri Sultan HB II menguasai bahasa Inggris, sehingga mediasi bisa dilakukan dengan baik.
PRIBADI WICAKSONO