TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih mengkaji pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). "Kami akan mengundang kembali beberapa ahli hukum untuk meminta masukan soal pembahasan ini," kata Wakil Ketua Komisi Harry Azhar Azis di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 25 Juni 2012.
Pendapat dari beberapa ahli hukum, menurut Harry, sangat dibutuhkan untuk memastikan apakah DPR bisa membahas RUU JPSK, atau tetap menunggu pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang JPSK. Pada rapat dengar pendapat umum di Komisi Keuangan dan Perbankan yang digelar hari ini, Komisi mengundang dua orang ahli hukum yaitu Irman Putra Sidin dan Erman Rajagukguk. Dalam rapat tersebut, keduanya berpendapat RUU tersebut tidak bisa dibahas sebelum RUU pencabutan dilakukan.
"Kalau menurut saya untuk membahas saja bisa. Tapi belum bisa berimplikasi yuridis untuk menjadi produk hukum. Kalau Perpu JPSK ini belum selesai, tidak bisa Presiden dan DPR mengambil persetujuan. Harus dilesesaikan dulu problematiknya," katanya.
Menurut Irman, Presiden harus segera mengajukan RUU pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UU JPSK agar pembahasan RUU JPSK bisa dilakukan. Namun, jika Presiden tidak juga mengajukan, maka bisa diajukan oleh DPR.
Aturan yang memerintahkan pemerintah agar mengusulkan undang-undang pencabutan perpu diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Undang-Undang.
Penerbitan undang-undang untuk mencabut Perppu JPSK diperlukan karena perppu tersebut ditolak DPR melalui Sidang Paripurna pada 28 Desember 2008. "Pemerintah sampai saat ini belum mengajukan pencabutan itu," katanya. Harry berjanji akan segera menyelesaikan persoalan tersebut. "Kami selanjutnya akan mengundang Jimly Assidiq dan Yusril Ihza Mahendra," kata dia menambahkan.
ANGGA SUKMA WIJAYA