TEMPO.CO , Bandung -Buat orang kota, kini ada cara berkebun yang asyik. Cukup bertanam di dalam gelas minum, deretan tanaman mini beraneka warna bisa dinikmati di ruang tamu atau kamar tidur. Perawatannya pun sangat mudah dan tak merepotkan.
Berkebun di dalam media kaca biasa disebut terarium. Kreasi kakak beradik Rifa dan Siti Latifah yang akrab dipanggil Silat itu memakai gelas minum beragam bentuk agar sederhana. Kedua mahasiswa tingkat akhir Jurusan Biologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB tersebut menamakannya sebagai Kebun Mini.
Mereka memilih jenis kaktus atau tanaman berduri, dan tumbuhan yang berdaun, berair, dan berdaging alias sukulen. Tanaman seperti sansiviera, kaktus, dan bromelia itu diambil dari tunas, lalu ditanam di dalam gelas. ”Di tempat yang sempit, pertumbuhan tanaman akan terhambat,” ujarnya. Semuanya dikembangkan tanpa dikerdilkan atau dibonsai. Kelak jika ingin dipindah ke pot yang lebih besar, ujar Silat, tanaman mini itu bisa tumbuh besar.
Saat dipamerkan di tenda luar arena Kontes Robot Nasional 2012 di gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, 30 Juni 2012, Kebun Mini itu menyedot perhatian pengunjung. Terutama mahasiswi dan ibu rumah tangga yang singgah silih berganti. Komentar bagus, unik, dan "lucu" sering terlontar.
Kebun Mini ala mahasiswi ITB itu memakai sekam, tanah tanpa pupuk, dan kerikil zeolit. Fungsi zeolit untuk menahan air lebih lama. ”Jadi tanaman bisa disiram hanya 2 sendok makan per minggu,” katanya. Penyiraman juga harus langsung ke tanah agar tumbuhan tidak berisiko busuk. Kalau ingin disegarkan, tanaman cukup disemprot air sedikit.
Lapisan tanah yang dipakai juga harus bebas dari siraman atau bekas pupuk. Unsur hara tanah berpupuk, kata mahasiswi berusia 21 tahun itu, bisa membusukkan akar tanaman. Selain itu, Kebun Mini tetap harus terpapar sinar matahari sedikitnya 5 jam sehari. ”Selain untuk interior, Kebun Mini biasa dipesan untuk kado atau tanda kenang-kenangan,” ujarnya.
Silat dan kakaknya mengembangkan Kebun Mini itu sebagai usaha sambil kuliah sejak dua tahun lalu. Gagasannya muncul ketika mereka main ke apartemen. ”Penghuninya itu punya kesibukan tinggi tapi masih mau punya tanaman yang perawatannya nggak susah,” katanya. Karena itu, Kebun Mini terasa lebih cocok untuk orang kota yang ingin berkebun secara mudah, murah, dan gampang.
Bermodal awal Rp 8 juta dari hibah Direktorat Pendidikan Tinggi, penjualan dan pesananannya dalam sebulan beromzet rata-rata Rp 300 ribu. Pemasaran lewat Internet selama ini diakuinya belum serius karena mereka masih berfokus pada kuliah dan segera lulus. Kebun Mini itu rencananya akan dikerjasamakan dengan Himpunan Mahasiswa Biologi ITB agar lebih berkembang.
ANWAR SISWADI