TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperkirakan belanja untuk subsidi bahan bakar minyak akan melewati pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012. Berdasarkan hitungan Kementerian Keuangan, pemerintah setidaknya membutuhkan tambahan dana sebanyak Rp 78,6 triliun untuk mencukupi subsidi BBM.
Dalam APBN P 2012 ditetapkan alokasi untuk subsidi BBM sebesar Rp 137,4 triliun. "Sementara perkiraan realisasi hingga akhir tahun ini mencapai Rp 216,8 triliun," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam paparannya di Badan Anggaran DPR RI, Kamis, 5 Juli 2012.
Selama semester pertama tahun ini belanja subsidi BBM pemerintah telah mencapai Rp 88,9 triliun atau telah menghabiskan 64 persen kuota tahun ini. Diperkirakan kucuran dana untuk subsidi BBM ini akan lebih melonjak pada semester kedua, yakni mencapai Rp 127,9 triliun.
Tak hanya subsidi BBM, subsidi listrik juga diperkirakan akan jauh melewati pagu anggaran yang sebesar Rp 65 triliun pada tahun ini. "Perkiraan realisasi subsidi listrik hingga akhir tahun mencapai Rp 89,1 triliun atau 137,1 persen terhadap APBN-P."
Serupa dengan BBM, subsidi untuk listrik ini juga akan paling banyak dikucurkan pemerintah pada semester kedua, yakni sebesar Rp 53,6 triliun. Sedangkan pada semester pertama 2012 subsidi untuk listrik hanya menghabiskan Rp 35,5 triliun.
Tingginya realisasi belanja subsidi pada semester dua ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$ 105 per barel menjadi US$ 110 per barel dan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari 9.000 per US$ menjadi 9.250 per US$.
Tingginya subsidi ini, kata Agus, harus diperhatikan oleh negara. Sebenarnya, subsidi tidak akan sebesar itu apabila usulan kenaikan harga BBM disepakati oleh DPR. Dengan bengkaknya subsidi, diperkirakan juga mendongkrak defisit negara dari yang semula ditargetkan hanya 2,23 persen bisa menjadi hingga 2,4 persen.
"Rentang itu sebetulnya sudah aman, tapi perlu upaya lebih supaya bisa ditekan dan tidak mencapai angka tersebut," katanya.
Salah satunya adalah dengan cara efisiensi. Naiknya peringkat investasi, ujar dia, merupakan salah satu faktor yang menguntungkan bagi Indonesia karena dengan naiknya peringkat suku bunga pinjaman menurun. "Kita membayar bunga jauh lebih rendah dibandingkan yang kita anggarkan," tuturnya.
GUSTIDHA BUDIARTIE