TEMPO.CO, Bandar Lampung - Untuk mengatasi kemacetan, mulai pagi ini, PT Indonesia Ferry melakukan sistem buka dan tutup di Pelabuhan Bakauheni Lampung. Langkah itu untuk menghindari kemacetan lalu lintas di dalam pelabuhan. “Kendaraan yang ada di Jalan Lintas Sumatera tidak boleh masuk ke areal parkir selama di dalam masih penuh,” kata Manajer Operasional PT Indonesia Ferry cabang Bakauheni, Heru Purwanto, Sabtu, 7 Juli 2012.
Sistem buka dan tutup itu dilakukan di pintu gerbang atau loket kendaraan pelabuhan yang berada di mulut Jalan Lintas Sumatera. Loket akan dibuka setiap 80 kendaraan yang ada di dalam pelabuhan terangkut. “Yang masuk juga hanya 80 truk. Tidak boleh lebih. Itu dilakukan agar memberikan ruang yang cukup untuk kendaraan yang hendak keluar dan masuk ke kapal,” katanya.
Lima areal parkir di lima dermaga pelabuhan saat ini dipenuhi 2.000 kendaraan dari berbagai jenis, dari kapasitas 500 kendaraan. Ruang kosong 500 kendaraan diperuntukkan bagi keperluan manuver kendaraan di dalam pelabuhan jika ada kendaraan yang mogok atau mengalami kerusakan. “Kalau bongkar-muat lancar, kemacetan bisa teratasi," ujar Heru.
Saat ini PT Indonesia Ferry mengoperasikan 26 unit kapal jenis roll on—roll off. Dua kapal Jatra I dan BSP I yang baru menjalani perawatan sudah bisa melayani penumpang. “Waktu pelayanan juga dipercepat, yaitu dari 45 menit, menjadi 30 menit saja,” katanya.
Antrean kendaraan kini masih berlangsung di dalam pelabuhan dan Jalan Lintas Sumatera serta Jalan Lintas Pantai Timur Lampung mencapai 2 kilometer dari gerbang pelabuhan. Sebelumnya, antrean mencapai 6 kilometer dari pintu gerbang pelabuhan. “Nanti sore semua kendaraan ditargetkan bisa masuk ke dalam pelabuhan dan tidak ada antrean di jalan lintas,” katanya.
Kemacetan itu membuat para pengusaha jasa angkutan merugi. Para petani saat ini menahan hasil pertanian tetap di ladang, seperti buah pisang, manggis, hingga nangka. “Mereka tidak mau berspekulasi di kemacetan pelabuhan. Buah-buahan bisa busuk dan tidak laku dijual di Pulau Jawa,” kata Sudaryanto, pengusaha ekspedisi yang mengaku pendapatannya tergerus hingga 30 persen sejak kemacetan Bakauheni dan Merak, Banten.
Kondisi itu diperparah dengan para sopir truk yang memilih meliburkan diri karena malas antre di pelabuhan. Sudaryanto yang memiliki 20 unit truk ekspedisi hanya mengoperasikan sebagian truk untuk melayani ke Pulau Jawa. “Kami lebih mengutamakan order barang di dalam Pulau Sumatera,” katanya.
NUROCHMAN ARRAZIE