TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri memberhentikan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ratna Sitompul menuai protes dari berbagai pihak. Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia, DGB FKUI, Senat Akademik Fakultas, dan mahasiswa, Selasa, 10 Juli 2012, menolak keputusan tersebut.
"Keputusan ini sangat tidak elegan dan tak beretika," kata Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Biran Affandi di Jakarta. Menurut Biran, keputusan itu tidak mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Adapun kesepakatan-kesepakatan yang dilanggar Gumilar, di antaranya kesepakatan Majelis Wali Amanat (MWA) dan Rektor dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, arahan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, ketetapan MWA, serta penegasan Ketua Tim Transisi UI bahwa penggantian dekan baru akan dilakukan setelah penggantian Rektor UI pada Agustus mendatang.
"Padahal MWA adalah badan tertinggi yang memberi mandat pada rektor," kata Damona Puspawardaja, mantan Sekretaris MWA masa jabatan 2007-2012 kepada Tempo. Damona menilai langkah rektor mengabaikan ketetapan MWA sama dengan mendelegitimasi lembaga tersebut. Pada masa ia menjabat, Damona mengatakan, usaha-usaha mendelegitimasi MWA telah berlangsung santer, terbukti dengan diabaikannya 17 surat dari MWA kepada rektor.
"Kalau lembaga-lembaga itu sudah tidak didengar, beliau mau dengar siapa lagi?" kata Ratna. Ia mengatakan penggantian dekan memang proses yang wajar. Namun proses kali ini bermasalah karena melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pemilihan dekan itu.
Ratna mengatakan ia diberhentikan melalui surat dari rektor tanggal 9 Juli 2012. "Tugas saudari selaku dekan dan pelaksana harian dekan FKUI telah berakhir," kata dia menirukan bunyi surat itu. Sebelum itu, tanggal 6 Juli, Rektor juga mengirim surat kepada Menteri Kesehatan bahwa Ratna statusnya dikembalikan ke Kementerian Kesehatan.
Ratna adalah juga Ketua UI Bersih, gerakan sekelompok civitas UI yang melakukan pemantauan di kampus itu. Ia dan kelompoknya beberapa kali melaporkan dugaan korupsi di UI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus-kasus itu di antaranya pemalsuan tanda tangan dalam pengadaan teknologi informasi perpustakaan dan pembangunan pusat pertemuan dan hotel di Pegangsaan Timur senilai Rp 200-an miliar.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uinversitas Indonesia Maulana Rosyady meminta keputusan pemberhentian Ratna dicabut. Mereka juga menganggap keputusan tersebut menabrak ketentuan-ketentuan yang ada. "Kami sudah lelah, prosedur-prosedur yang berlaku selalu ditabrak," katanya.
GADI MAKITAN